Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 07/06/2012, 09:38 WIB

WASHINGTON, KOMPAS.com — Pemimpin senior Al Qaeda tersisa satu. Itulah judul artikel Peter Bergen, penulis buku Manhunt: The Ten-Year Search for bin Laden, From 9/11 to Abbottabad di CNN.com, Rabu (6/6/2012).

Artikel itu muncul menyusul beredarnya berita bahwa Abu Yahya Al Libi, orang nomor dua dalam jaringan teroris Al Qaeda, dipastikan tewas dalam serangan pesawat tak berawak CIA di wilayah suku Pakistan di sepanjang perbatasan Afganistan pada Senin pagi.

Berdasarkan hitungan New America Foundation, sebuah lembaga think tank non-partisan di mana Bergen menjabat sebagai direktur, pada masa Presiden Barack Obama, serangan drone (pesawat tak berawak) CIA telah menewaskan 15 orang yang berperan sangat penting dalam jaringan Al Qaeda. New America Foundation juga mencatat, pada periode Presiden George W Bush, yang memiliki otorisasi serangan dengan menggunakan drone, sebanyak 16 tokoh penting Al Qaeda tewas di Pakistan.

Akibatnya, kata Bergen yang mengutip para pejabat senior kontraterorisme AS, sekarang ini tinggal satu pemimpin di Al Qaeda. Dia adalah Ayman Al Zawahiri, seorang dokter bedah asal Mesir yang mudah naik pitam. Zawahiri menjadi pemimpin kelompok itu setelah kematian pendirinya, Osama bin Laden, dalam serangan Navy SEAL AS di Pakistan pada Mei 2011.

Zawahiri, kiranya, sangat menyadari akhir nasib begitu banyak rekan-rekan lamanya di Al Qaeda. Dia akan mengerahkan energi yang cukup untuk tidak berakhir seperti mereka—ditembak mati pesawat tak berawak CIA,  jika dia juga bersembunyi di daerah suku Pakistan, lokasi serangan drone belakangan itu terkonsentrasi.

Padahal, kata Bergen, Zawahiri juga menghadapi tugas yang hampir mustahil, yaitu melanjutkan misi utama Al Qaeda: menyerang Amerika Serikat, atau mengalahkan salah satu sekutu dekatnya.

Al Qaeda sudah tidak melakukan sebuah serangan yang sukses di Barat sejak terakhir mengebom sistem transportasi London pada 7 Juli 2005. Dan, tentu saja, kelompok itu tidak berhasil menyerang Amerika Serikat selama lebih dari satu dekade.

Namun, afiliasi-afiliasi regional kelompok itu masih menebar ancaman. Yang paling berbahaya dari semua yang ada adalah Al Qaeda di Semenanjung Arab (AQAP) yang berbasis di Yaman. AQAP-lah yang telah berupaya mengebom pesawat Northwest bernomor penerbangan 253 di Detroit pada Hari Natal 2009 melalui seorang warga Nigeria. Pelaku menyembunyikan bom yang sulit dideteksi di celana dalamnya. AQAP juga yang menyelundupkan bom dalam cartridge printer ke pesawat kargo menuju Amerika Serikat pada Oktober 2010.

Bulan lalu muncul berita bahwa seorang mata-mata telah menembus jaringan AQAP. Mata-mata itu telah mengungkap adanya generasi baru bom pakaian dalam yang dirancang para pembuat bom kelompok tersebut. Bom generasi baru itu sengaja dirancang untuk merontokkan pesawat jet komersial.

Namun, semua rencana AQAP untuk merontokkan pesawat komersial gagal.

Menurut Bergen, beberapa orang mungkin menyatakan bahwa walau Al Qaeda sebagai organisasi mungkin pada dasarnya sudah mati, tetapi ideologinya terus menyebar dan mengilhami "para serigala kesepian" untuk menyerang Amerika Serikat. New America Foundation pun telah mencatat jumlah korban dari "para serigala kesepian" yang terinspirasi ideologi jihad. Mereka telah berhasil menewaskan total 17 warga Amerika di Amerika Serikat sejak peristiwa 9/11.

Namun, menurut Bergen, tak perlulah hal itu terlalu dikuatirkan atau dibesar-besarkan. Sebanyak 54 warga Amerika dilaporkan tewas setiap tahun karena tersambar petir, tulis Bergen yang mengutip data dari  Badan Cuaca Nasional AS. Dengan kata lain, bagi warga Amerika, kata dia, petir sekitar 30 kali lebih mematikan ketimbang terorisme berdasarkan jihad.

Sejumlah kecil orang Amerika, kata dia, punya ketakutan yang irasional akan tersambar petir. Menurut dia, kematian Abu Yahya Al Libi, Senin lalu, harus mengingatkan mereka itu bahwa takut akan Al Qaeda saat ini bahkan lebih tidak rasional.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Lengkapi Profil
    Lengkapi Profil

    Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com