Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Al Bireh dan "Bunyi Tembakan"

Kompas.com - 03/11/2010, 16:33 WIB

Wartawan Kompas Andi Suruji turut serta dalam rombongan lawatan Ketua Umum Palang Merah Indonesia Muhammad Jusuf Kalla ke Jordania, Palestina, dan Israel, 13-20 Oktober 2010 lalu. Banyak cerita menarik dalam lawatan tersebut yang dituliskannya secara bersambung. Selamat menikmati. * * *

Setelah menempuh perjalanan sekitar dua jam dari check point Alan Bay dengan beberapa kali pemeriksaan, rombongan PMI memasuki kota Al Bireh, yang sering disebut dengan kota kembarnya Ramallah. Kota itu tidak terlalu ramai, bahkan cenderung sepi, tidak menunjukkan adanya tanda-tanda sebagai kawasan perang, kecuali check point di luar kota yang diawasi tentara Israel.

Sepanjang perjalanan, kendati berkelok-kelok, menanjak dan menurun, kondisi jalan raya sangat mulus. Di sisi kiri dan kanan sepanjang jalan, tampak pemukiman tidak padat. Bahkan jarang sekali ditemui pemukiman yang berada persisi di pinggir jalan. Sekiranya jalan raya tidak sepi, mungkin perjalanan dua jam itu akan terasa sangat membosankan.

Itulah sebabnya muncul pertanyaan di benak saya, mengapa di negeri yang dilanda perang ini kondisi jalannya mulus sekali. Kebalikan di Indonesia, yang notabene tidak ada perang sehingga bangsa ini punya kesempatan membangun infrastruktur dengan tenang, kondisi jalan raya antarkota dan antarprovinsinya umumnya hancur. Ah secara kasat mata mungkin bisa dijelaskan dengan alasan bahwa jalan raya di Palestina itu dibangun sesuai peruntukan, sesuai kondisi tanah, sesuai dengan volume lalu lintas hariannya.

Sinar matahari senja menyiram bumi ketika kami mulai memasuki Al Bireh. Di sisi kiri dan kanan jalan terlihat bangunan yang yang umumnya berkotak-kotak dan bertingkat. Tampak kokoh. Lalu lintas tidak terlalu ramai. Dari jauh sudah terlihat tulisan Palestine Red Crescent Society (PRSC) yang berwarna merah pada sebuah gedung tinggi. Tanpa dijelaskan, kami sudah tahu kalau itu markas bulan sabit merah Palestina. “Di sisi kiri itu gedung PRCS, tetapi kita harus berputar dulu,” kata sopir.

Wah…! Dari luar pun gedung markas PRCS tampak lebih bagus ketimbang Kantor Pusat Palang Merah di Jalan Gatot Subroto. Jarak dari pagar dan pintu gerbang di pinggir jalan sampai pintu lobi kantor PRCS kira-kira 30-40 meter.  Di atas tanah itu dibangun seperti pelataran, namun dibikin bersusun dengan dua tangga.

Di bagian depan pelataran itulah Chairman PRCS Younis Al Katib  menyambut rombongan PMI yang dipimpin Ketua Umum PMI Jusuf Kalla (JK). “Assalamu alaikum, ahlan wasallan," adalah kata-kata yang akrab diucapkan dan terdengar. Segelas minuman dingin air jeruk yang disuguhkan tuan rumah di lobi gedung cukup menyegarkan tenggorkan.

Semula saya kira, romongan hanya mampir ke Markas PRCS itu untuk “say hallo” kepada tuan rumah. Ternyata tidak. Di sana pula rombongan ditempatkan menginap, termasuk Jusuf Kalla, selama berada di Al Bireh 13-16 Oktober 2010. Gedung Markas PRCS ternyata memang dibangun untuk berbagai keperluan. Kantor, ruang-ruang pusat rehabilitas mental dan fisik, ruang belajar bagi anak-anak pengungsi dan anak-anak yang memerlukan perlakuan khusus (difabel), ruang seminar dan pelatihan, bahkan gudang logistik di lantai basement di bawah lobi sangat luas. Kami diberi kesempatan meninjau seluruh fasilitas yang ada di gedung PRCS tersebut, berikut aktivitas-aktivitasnya. Fasilitas PRCS itu, selain untuk melayani masyarakat yang langsung dating, juga menerima pasien yang dirujuk dari berbagai rumah sakit.

Gedung PRCS memang cukup tinggi berlantai 11. Dibangun pula di posisi tanah yang tinggi, maka semakin menjulanglah gedung itu. Ketika kami ditempatkan di lantai 10, maka kami bisa menikmati pemandangan kota Al Bireh dengan leluasa. Terutama di malam hari, lampu-lampu penerang dan penghias kota dan seisinya menjadi indah.

Mungkin karena sejak semula bayangan Palestina adalah kawasan perang, sehingga ketika ada sedikit saja keributan, secara refleks kami keluar ke balkon untuk mencari sumber suara. Begitu juga ketika malam sudah mulai sunyi, tiba-tiba terdengar bunyi dentuman yang keras silih berganti, bersahutan. Kadang bunyinya berdentum sesekali, kadang pula seperti bunyi rentetan peluru yang ditembakkan.

“Ada bentrokan bersenjata, mereka perang,” kata Egy Massadiah, relawan PMI.

Spontan saya mengambil kamera dan keluar ke balkon mencari sumber suara. Ternyata sumber suara itu ada sekitar 700 meter di depan jendela kamar saya. Ah, ternyata bukan perang, bukan pula bentrokan bersenjata, tetapi sekelompok orang berpesta kembang api. Ah, saya jadi “parno”. Antara ketakutan dan keinginan merekan peristiwa itu.

Sebelumnya, ketika kami pergi menghadiri jamuan makan malam PRCS di salah satu restoran yang menyajikan makanan khas Palestina, di tengah jalan kami pun dikejutkan “keributan” sekelompok pengendara mobil. Para pengendara itu benar-benar membuat kegaduhan di jalan. Mereka membawa mobilnya melaju cukup kencang berombongan, dengan silih berganti membunyikan klakson mobilnya bersahut-sahutan. Waktu itu saya pikir terjadi kejar-kejaran antara tentara Israel dan pejuang Palestina. Ternyata, rombongan pengantin….! Nah rombongan bermobil inilah yang keliling kota mengarak pengantin dan berpesta kembang api di sudut-sudut jalan yang mereka suka…!

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com