Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perjuangkan hak, Miswati Dituduh Curi 300 Dolar

Kompas.com - 01/05/2008, 18:02 WIB

JAKARTA, KAMIS - Tujuh tahun lamanya, Miswati, 28, berada di Hongkong. Gadis berprofesi pembantu rumah tangga (domestic worker) ini setia melayani majikannya di sana. Tujuh hari dalam sepekan terus dilalui tanpa libur. Ia harus pintar-pintar memanfaatkan waktu senggang untuk beristirahat sejenak. Itu pun kalau ada.

Tujuh tahun sebelumnya, wanita asal Banyuwangi, Jawa Timur, ini memutuskan berangkat ke Hongkong. Niat baiknya membantu ekonomi keluarga mendorongnya untuk mengais rejeki di Hongkong setamatnya dari SMEA. Duit demi duit pun dikumpulkannya meskipun sebenarnya ia bisa mendapatkannya lebih banyak dari total yang bisa didapatinya.

Sejak pertama kali menginjakan kaki dan mulai bekerja di rumah majikannya, Miswati memperoleh gaji di bawah standar upah minimum saat itu sebesar 3.670 dolar Hongkong. "Saya cuma dapet 1.800 dolar," ujarnya Kamis (1/5). Maksud hati mau mengadu. Tapi apa boleh buat, anak ketiga dari lima bersaudara ini bingung mau mengadu ke mana. Ia tergolong pendatang baru saat itu.

Informasinya soal organisasi pekerja Indonesia di Hongkong juga minim. Ditambah lagi tidak ada waktu libur buat bersosialisasi dengan teman-teman seprofesi lainnya. Sementara itu, kesepakatan majikan dengan agen pembawanya sudah ditandatangani. Merasa tak ada pilihan lain, Miswati memilih terus menjalani profesinya. Di tengah kesibukannya Miswati sering mengutarakan permintaannya untuk bisa libur tiap minggunya. Ia ingin terlibat dalam organisasi para pekerja Indonesia dan bersosialisasi dengan teman-temannya.

Permintaan Miswati sebenarnya tidak mengada-ada. UU yang mengatur tentang pembantu rumah tangga di Hongkong (ordinance employment) memungkinkan hal itu. Setiap pembantu rumah tangga memperoleh waktu libur sehari dalam tujuh hari kerja.Merasa kurang direspon majikannya, Miswati menyodorkan lembaran peraturan tentang pembantu rumah tangga di Hongkong yang diambil dari agennya. Majikannya menjawabnya dengan enteng "Dia (majikan) bilang dia tahu soal itu. Tapi dia bilang dia tidak minta libur tiap minggu untuk pembantunya," cerita Miswati.

Permintaan Miswati soal libur ternyata membuat majikannya kesal. Seminggu setelah menunjukkan lembaran tersebut, majikannya menuduhnya telah mencuri uang senilai 300 dolar Hongkong. Tak tanggung-tanggung polisi pun didatangkan. Serta merta Miswati membantah tuduhan tersebut. Di kantor polisi, ia sempat dirayu polisi agar mengakui saja bahwa ia pencurinya dengan janji pengakuan itu akan meringankan hukumannya.

"Tapi saya nggak ngaku memang. Demi Allah, saya nggak nyuri dan ngerjain mereka (polisi)," ujarnya. Sayangnya, pengakuan Miswati tidak lekas membuatnya bebas dari tuduhan. Dari pemeriksaan awal, majikannya menemukan uang senilai 300 dolar Hongkong dari dompetnya jumlah yang sama dengan jumlah uang majikannya yang hilang. Bahkan polisi pun mengamini bahwa itu merupakan bukti kuat untuk menahannya. Miswati mengaku kecewa. Uang yang ditemukan saat itu adalah uang hasil kerja kerasnya saat itu. Buah kerja kerasnya malah dijadikan bukti untuk menahannya. Padahal dalam penyelidikan polisi, tuturnya, sidik jari pelakunya tidak sama dengan sidik jari miliknya.

Setelah menjalani penahanan selama tiga minggu, Miswati memperkarakan majikannya yang tidak memberinya hari libur sesuai ketentuan. Oleh Labour Department yang menangani masalah ini, majikannya diharuskan membayar biaya tiket pulang bagi Miswati ke Indonesia. Kecilnya biaya ganti rugi tersebut dikarenakan dalam perkara pencurian tersebut, dirinya dinyatakan salah dan menjadi bahan pertimbangan dalam putusan tersebut.

"Kalau kasus yang di polisi itu kita kalah, kalau oleh labour department kita menang kita cuma dapat uang tiket," jelasnya. Sekitar dua bulan lalu, Miswati kembali ke Indonesia. Sejak itu pula ia harus menganggur. Impiannya untuk meringankan ekonomi keluarga tak disangkanya berakhir tak menyenangkan. Kini, impian Miswati diteruskan saudara keempatnya yang beberapa hari lalu berangkat ke Singapura dengan pekerjaan yang sama.

"Baru tiga hari lalu ia ke Singapura," ujarnya. Pengalaman pahit yang dirasakan Miswati mendorongnya untuk memperhatikan para buruh migran yang selama ini diabaikan hak-haknya. Tak heran, jika saat ini ia memutuskan untuk bergabung dan terlibat aktif di Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) yang akan memperjuangkan para buruh tersebut. "Belum ada rencana kembali. Ikut organisasi," katanya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com