Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Presiden, Kembalikan Gelar Pahlawan ke Inggris!

Kompas.com - 06/05/2013, 18:30 WIB
Sabrina Asril

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono diminta untuk mengembalikan gelar penghargaan dari Ratu Inggris Elizabeth II sebagai bentuk protes pendirian kantor perwakilan Free West Papua di Oxford. Hal ini perlu dilakukan karena Inggris bukan sekali saja melanggar komitmennya dalam mendukung Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

"Sebagai bentuk protes pemerintah Indonesia, sebaiknya Bapak Presiden mengembalikan gelar kebangsawanannya," ujar anggota Komisi I dari Fraksi Partai Golkar, Nurul Arifin di Jakarta, Senin (6/5/2013).

Pada bulan Oktober 2012 silam, Presiden SBY menerima gelar penghargaan dari Ratu Elizabet II dengan gelar bernama "Knight Grand Cross in the Order of the Bath". Gelar itu merupakan kelas tertinggi dari Order of Bath. Penghargaan ini pertama kali diberikan oleh Raja George I pada tahun 1725. Penghargaan ini diberikan kepada mereka yang memiliki prestasi menonjol, baik dari kalangan militer maupun masyarakat sipil.

Nurul menuturkan pengembalian gelar penghargaan presiden perlu dilakukan karena pemerintah Inggris juga pernah mendatangi Papua, melakukan aktivitas seperti sidak tanpa melalui jalur diplomatik dan tanpa Standard Of Procedure (SOP). Kali ini, kata Nurul, Inggris telah ceroboh tidak mengkonfirmasi kepada Indonesia adanya gerakan kemerdekaan yang dimotori sekelompok separatis Papua di wilayahnya. Nurul pun menuding bahwa sikap Inggris itu lantaran adanya faktor kekuasaan politik yang ingin menguasai sumber daya alam di Papua.

"Kekayaan ini dibarter dengan dukungan politik dari negara-negara yang berambisi mendukung dengan janji-janji kompensasi tertentu," imbuh Wakil Sekretaris Jenderal Partai Golkar ini.

Sebelumnya, Organisasi Papua Merdeka membuka kantor perwakilannya "Free West Papua" di Oxford, Inggris. Pemerintah RI sudah bereaksi keras atas pendirian kantor itu. Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa bahkan sudah memanggil Duta Besar Inggris di Jakarta, Mark Canning untuk menjelaskan sikap Inggris.

Melalui siaran pers, Mark menjelaskan bahwa pembukaan kantor Free West Papua tidak mencerminkan pandangan pemerintah Inggris terkait masalah Papua. Pandangan Dewan Kota Oxford, terutama visi Benny Wenda, warga Papua yang bermukim di Inggris, tidak mewakili pandangan di negara itu.

Canning menuturkan bahwa Dewan Kota Oxford seperti halnya dewan-dewan lain di Inggris bebas mendukung tujuan apa pun yang mereka inginkan. Namun, dewan-dewan kota itu bukan bagian dari pemerintah. Canning menegaskan pemerintah Inggris masih menghargai Papua sebagai bagian dari Indonesia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

    Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

    Nasional
    PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

    PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

    Nasional
    Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

    Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

    Nasional
    Soal 'Presidential Club', Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

    Soal "Presidential Club", Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

    Nasional
    Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

    Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

    Nasional
    Soal 'Presidential Club', Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

    Soal "Presidential Club", Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

    Nasional
    Tanggapi Isu 'Presidential Club', PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

    Tanggapi Isu "Presidential Club", PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

    Nasional
    Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

    Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

    Nasional
    Golkar: 'Presidential Club' Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

    Golkar: "Presidential Club" Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

    Nasional
    Jokowi Diprediksi Gandeng Prabowo Buat Tebar Pengaruh di Pilkada 2024

    Jokowi Diprediksi Gandeng Prabowo Buat Tebar Pengaruh di Pilkada 2024

    Nasional
    Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

    Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

    Nasional
    Demokrat Yakin Jokowi-Megawati Bisa Bersatu di 'Presidential Club'

    Demokrat Yakin Jokowi-Megawati Bisa Bersatu di "Presidential Club"

    Nasional
    Sebut SBY Setuju Prabowo Bentuk 'Presidential Club', Demokrat: Seperti yang AS Lakukan

    Sebut SBY Setuju Prabowo Bentuk "Presidential Club", Demokrat: Seperti yang AS Lakukan

    Nasional
    Jokowi Diperkirakan Bakal Gunakan Pengaruhnya di Pilkada Serentak 2024

    Jokowi Diperkirakan Bakal Gunakan Pengaruhnya di Pilkada Serentak 2024

    Nasional
    Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

    Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com