Sementara itu, sepanjang Selasa (16/4), pemerintah mengisi gelombang udara Venezuela dengan serangan pada Capriles, yang mereka sebut mengobarkan kekerasan.
Capriles dijadwalkan memimpin sebuah unjuk rasa ke Dewan Pemilu Nasional (CNE) pada Rabu. Protes itu untuk menuntut penghitungan ulang setelah hasil resmi memberi kemenangan tipis pada Nicolas Maduro, penerus pilihan almarhum pemimpin sosialis Hugo Chavez.
Namun, Capriles membatalkan unjuk rasa tersebut pada Selasa. Menurut dia, pemerintah telah merencanakan untuk ”menginfiltrasi” unjuk rasa itu, memulai kerusuhan, dan menyalahkan dirinya.
”Kepada semua pengikut saya... ini adalah sebuah pertengkaran damai. Siapa pun yang terlibat dalam kekerasan bukanlah bagian dari proyek ini, tidak bersama saya,” kata Capriles kepada wartawan. ”Ini merugikan saya.”
Pemerintah sebelumnya mengatakan, tujuh orang tewas pada Senin. Mereka menuduh para pendukung Capriles menyerang kantor Partai Sosialis yang berkuasa serta orang-orang yang merayakan kemenangan Maduro.
Maduro sebelumnya menuduh pihak oposisi mencoba menggerakkan kudeta dan menegaskan bahwa dia tidak akan mengizinkan unjuk rasa berlangsung. Pemerintah mengancam tindakan hukum terhadap Capriles.
Pemerintah mengklaim sekitar 135 orang ditangkap dan lebih dari 60 orang cedera dalam bentrokan penuh kekerasan pada Senin. Di antara korban termasuk seorang perempuan yang dicoba dibakar hidup-hidup oleh massa.
Di salah satu kawasan elite di Caracas, polisi menembakkan gas air mata dan peluru karet untuk membubarkan kelompok pemuda bertopeng. Para pemuda itu berteriak ”curang” saat memblokade jalan, membakar ban, dan melempari polisi dengan batu.