Oleh: Eva Riyanty Lubis Ilustrasi: A Handogo
A
”Kita cuma punya dua kamar. Lia mau tidur di ruang tamu bersama Nenek?” kata Ayah dengan lembut.
”Pokoknya Lia enggak mau, semua
Seperti biasa kalau Lia kesal dan sedih dia akan pergi ke rumah Shasa yang rumahnya tak begitu jauh dari rumah mereka.
”Aku kesal banget Sha, serangga- serangga itu mengganggu hidupku,” Lia memulai curhatannya.
”Kalau aku di posisimu aku juga akan merasakan hal yang sama,” jawab Shasa.
”Terus aku harus
Shasa tiba-tiba tersenyum ”Aku punya ide.”
”Apa?” tanya Lia penasaran.
”Kamu bunuh saja mereka,
”Wah.... iya juga, ya, kok aku baru sadar ya? Setuju… ya, aku setuju. Aku harus membunuh mereka supaya tidak akan mengganggu lagi,” Lia tersenyum.
Lia hanya menganggukkan kepala.
Ayah Lia seorang pedagang di pasar di Medan. Ibu Lia sudah meninggal ketika melahirkan Lia. Mau tidak mau Ayah harus merangkap sebagai ibu. Namun, kadang kala Nenek datang melihat keadaan mereka.
Ketika nenek berangkat ke pasar, Lia mulai menjalankan aksinya. Awalnya dia hendak membakar serangga- serangga itu. Namun, Lia tersadar kalau itu bisa membuat rumah mereka terbakar. Jadi, Lia hanya mengambil sapu dan mulai membunuh serangga itu dengan sapunya.
”Siapa yang berbicara?” tanya Lia dengan nada ketakutan. Badannya mulai bergetar hebat dan Lia menyandarkan tubuhnya ke dinding kamar.
Lalu muncullah tiga binatang yang besarnya sama dengan Lia. Mereka adalah semut, kecoa, dan lalat.
Lia menjerit namun dia tidak berani beranjak dari tempatnya berdiri. Keringat dingin tiba-tiba mengucur hebat di tubuhnya.
”Kau monster paling menyeramkan di dunia ini. Luarnya saja yang cantik, tetapi dalamnya sangat buruk!” ucap lalat sinis.
”Kau membunuh kami padahal kami mempunyai hak hidup yang sama denganmu. Kau membunuh keluarga kami!” Semua angkat bicara.
”Kau menganggap kami jorok padahal kau sendiri yang demikian. Kalau kau masih melakukan pembunuhan seperti ini kepada keluarga kami, maka bersiaplah. Kami akan datang untuk balas dendam kepadamu,” tambah kecoa.
Setelah mengucapkan kalimat itu, ketiga serangga raksasa mendekati Lia dan mulai mencekik leher gadis manis itu.
Lia membuka mata dan menemukan dirinya terbaring di atas kasur.
”Nenek mendapatkanmu tertidur ketika Nenek pulang dari pasar. Kamu menjerit hebat.”
”Nek, bagaimana cara menghilangkan serangga-serangga yang ada di kamar Lia? Namun, jangan dengan cara membunuh mereka,” ujar Lia dengan napas
”Mudah, Cu.” Nenek mengelus lembut rambut Lia. ”Lihatlah kamarmu sangat berantakan. Kau meletakkan semuanya dengan sesuka hati. Sepatu yang berhamburan dengan kaus kaki yang sudah seharusnya dicuci. Piring sisa makan, sisa-sisa
”Jadi, maksud Nenek?” tanya Lia polos.
”Kebersihan itu sebagian dari iman, cucuku Lia. Kalau kamu bersih, serangga-serangga itu tidak akan mengganggumu, percayalah. Lagian serangga-serangga yang mengusikmu, kan, rumahnya memang di tempat kotor. Masa Lia tidak tahu?”
”Makanya Nenek enggak mau tidur sekamar bareng Lia,” tambah Nenek.
Lia mendadak malu dan menundukkan kepalanya. Sejak saat itu Lia rajin membersihkan rumah bukan hanya kamarnya, melainkan seluruh isi rumah.
Eva Riyanty Lubis Penulis Cerita Anak Tinggal di Padang Sidimpuan