Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

TAJUK RENCANA

Kompas.com - 01/04/2013, 02:16 WIB

Gaya kepemimpinan Presiden Myanmar Thein Sein yang tegas diperlihatkan antara lain dengan mengancam keras para pelaku kerusuhan sektarian.

Dalam pidato singkat, tidak lebih dari 10 menit di depan televisi, Thein Sein hari Kamis pekan lalu mengancam para perusuh yang digambarkannya sebagai kelompok oportunis politik dan ekstremis agama. Tak dirinci apa yang akan dilakukan, tetapi gelombang kerusuhan langsung surut begitu Thein Sein memperlihatkan ketegasan.

Gelombang kerusuhan bersifat kesukuan dan keagamaan yang pecah sejak 20 Maret di Myanmar tengah dikhawatirkan akan merebak cepat ke berbagai tempat di negara pluralistik itu jika tidak segera dipadamkan.

Kerusuhan sektarian itu menewaskan 42 orang, menghancurkan puluhan rumah ibadah, dan lebih dari 1.200 rumah warga di tiga kawasan di Myanmar tengah. Dampak psikologis juga sangat mendalam karena mengusik rasa aman. Kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah pun surut karena mengesankan sikap kepemimpinan yang tidak tegas. Lebih-lebih karena tahun lalu kerusuhan serupa pecah di Myanmar barat, menewaskan sekitar 180 orang dan memaksa 110.000 orang menjadi pengungsi.

Para pengamat cenderung berpendapat, kerusuhan di wilayah barat dan tengah merebak dengan cepat karena aparat keamanan lamban bertindak. Muncul kesan tidak ada antisipasi sama sekali terhadap kerusuhan. Terdengar pula kecaman, aparat keamanan melakukan pembiaran terhadap massa yang mengamuk. Petugas keamanan dinilai tidak berusaha menghalangi massa yang melakukan penyerangan, perusakan, dan pembakaran.

Kalangan aparat keamanan Myanmar cenderung membela diri dengan menyatakan bahwa pihaknya tidak dapat bertindak leluasa lagi di tengah era perubahan yang mulai menekankan perlindungan hak asasi manusia. Namun, argumentasi itu dipatahkan karena dalam negara modern, termasuk di negara demokrasi, negara memiliki hak khusus untuk menggunakan kekuatan, bahkan kekerasan, sejauh untuk memaksa warga masyarakat mematuhi aturan.

Penggunaan kekerasan bukanlah tujuan, melainkan sekadar untuk menjamin ketertiban, keamanan, dan penegakan hukum. Jika kekerasan dijadikan tujuan, negara akan menjadi sangat represif dan diktator. Sebaliknya, warga masyarakat tidak boleh menggunakan kekerasan atas nama apa pun. Hukum rimba akan terjadi jika setiap orang bebas menggunakan kekerasan untuk mengintimidasi sesama warga masyarakat.

Kekacauan lebih besar akan terjadi jika hukum rimba dibiarkan tak terkendali. Apabila ancaman kekerasan tidak dipatahkan sejak dini, mata rantai kekerasan akan mudah muncul. Lebih-lebih lagi, kekerasan selalu melahirkan kekerasan baru. Kekerasan memang senantiasa mereproduksi kekerasan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com