Pada akhir pertemuan kepala pemerintahan anggota Uni Eropa (UE) yang berlangsung dua hari, Jumat, Presiden Dewan Eropa Herman van Rompuy mengatakan, desakan untuk mencabut embargo itu akan dibahas pada pertemuan menteri luar negeri (menlu) UE, 22-23 Maret.
”Kami sepakat menugaskan para menlu untuk menilai situasi sebagai prioritas dalam pertemuan mereka di Dublin pekan depan dan mencari posisi bersama,” ujarnya.
Van Rompuy mengatakan, 27 kepala negara dan pemerintahan telah mendiskusikan situasi dramatis di Suriah. Mereka menegaskan kembali bahwa UE terlibat penuh dengan upaya dunia internasional untuk menghentikan kekerasan di negeri itu.
Mantan Perdana Menteri Belgia itu mengakui, sejumlah anggota mengangkat isu untuk mencabut embargo senjata pada Suriah dalam pertemuan tersebut.
Sebelum pertemuan, Perancis dan Inggris mengumumkan akan mendorong UE mencabut embargo agar dapat membantu oposisi Suriah. London dan Paris memperingatkan, mereka siap berbeda sikap dengan UE dan mengambil langkah sendiri.
Sehari sebelumnya, Presiden Perancis Francois Hollande menegaskan, usaha internasional mencari solusi politik untuk mengatasi konflik bersenjata di Suriah telah gagal. Kubu oposisi memerlukan senjata untuk mempertahankan diri menghadapi tekanan pasukan rezim Presiden Suriah Bashar al-Assad.
Paris akan menyuplai senjata ke oposisi dan siap bertanggung jawab jika negara anggota UE lain menolak pencabutan embargo.
”Solusi politik gagal meski didukung dunia internasional. Kita harus bergerak lebih jauh, karena selama dua tahun ini jelas Bashar al-Assad menggunakan segala sarana untuk menyerang rakyatnya sendiri,” ujar Hollande.
Secara tegas Hollande mengatakan, Perancis ingin UE mencabut embargo senjata. ”Kita tak bisa membiarkan rakyat dibantai rezim yang tak menginginkan transisi politik,” ucapnya.
Adapun Inggris menegaskan, diperlukan perubahan taktik untuk mengubah situasi di lapangan dan memengaruhi Assad.
”UE perlu mempertimbangkan mencabut embargo karena malah menyerang balik pihak yang seharusnya dilindungi,” ujar seorang pejabat Inggris. Dia menambahkan, hanya pasukan Assad yang bisa menambah senjata, sedangkan oposisi tidak.
Namun, sebagian anggota UE skeptis dengan desakan mencabut embargo senjata. Mereka khawatir mengalirnya senjata ke Suriah hanya akan memperparah konflik yang terjadi.
Kanselir Jerman Angela Merkel mengatakan, UE perlu mempertimbangkan hal tersebut dengan sangat hati-hati. Kanselir Austria Werner Faymann mengatakan, negaranya tak siap untuk mencabut embargo senjata.
”Kami menentang rencana itu. Pengiriman senjata tidak memberi kontribusi pada solusi konflik,” ujarnya.
Embargo senjata itu tetap dimasukkan ke paket sanksi terakhir UE yang baru disepakati menlu UE, 28 Februari lalu, untuk tiga bulan ke depan. Namun, peninjauan kembali sanksi dapat dilakukan jika terjadi perubahan. Hal itulah yang dibicarakan Hollande dengan PM Inggris David Cameron dalam pertemuan bilateral di sela-sela pertemuan kepala pemerintahan UE tersebut.
Di Suriah, pemerintah memperketat pengamanan di Damaskus setelah oposisi mendorong rakyat untuk memperingati dua tahun konflik dengan meningkatkan usaha untuk menggulingkan Assad. Konflik ini dimulai dengan sebuah protes di Deraa, 15 Maret 2011, menetang penangkapan sejumlah anak yang mencoret dinding sekolah dengan seruan antipemerintah.
Protes itu berkembang menjadi konflik bersenjata ketika rezim Assad menumpas massa dengan kekuatan militer. Perang saudara itu menyebabkan lebih dari 70.000 orang tewas dan 1 juta orang mengungsi.
Oposisi meminta pendukung mereka meningkatkan serangan. Kelompok Ikhwanul Muslimin juga menyerukan pengikut mereka menggelar sepekan aksi meski tak merinci aksi apa yang dimaksud.
Keprihatinan akan konflik yang telah berlangsung dua tahun dilaksanakan di sejumlah negara. Massa menyalakan lilin mengenang korban tewas, antara lain di Berlin, Jerman; Amman, Jordania; dan Seoul, Korea Selatan.