Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kedelai, Sapi, Bawang...

Kompas.com - 14/03/2013, 09:17 WIB

KOMPAS.com - Hanya dalam tempo kurang dari setahun, kita telah dihadapkan pada kenyataan harga mahal untuk mendapatkan setidaknya komoditas kedelai, daging sapi, dan bawang. Pemerintah sepertinya tidak berdaya dan tak mampu mengendalikan harga komoditas-komoditas tersebut dan komoditas lainnya. Ada banyak pelajaran dari kasus ini.

Pengelolaan komoditas ini sepertinya murni dikendalikan oleh pasar. Pemerintah terlambat mengantisipasi baik di hulu maupun di hilir. Pengetahuan umum mengenai komoditas itu sepertinya kurang dipahami dengan baik. Bukankah sejak dulu komoditas ini telah memiliki pola pertanaman maupun perdagangan?

Kasus kedelai memperlihatkan kepada kita mengenai usaha pertanaman kedelai yang tidak memberi gairah kepada petani. Produksi terus merosot dan tidak ada upaya untuk menahannya. Kita makin bergantung pada impor.

Dalam kasus daging sapi, publik sudah mengetahui bahwa kasus ini tidak murni masalah perdagangan, tetapi juga terkait dengan perburuan rente. Kasus ini makin memastikan bahwa kenaikan harga tidak murni karena produksi dan konsumsi semata.

Belum lagi kita selesai dengan kasus dua komoditas itu, harga bawang putih dan bawang merah tiba-tiba melonjak. Harga komoditas yang berkisar Rp 15.000-Rp 40.000 menjadi sekitar Rp 80.000 per kg.

Sudah pasti kita bertanya, mengapa harga komoditas itu naik sangat drastis? Sejak dulu perdagangan komoditas telah berlangsung dan tidak ada gejolak. Kita juga mempertanyakan peran pemerintah dalam perdagangan komoditas itu. Di hulu, seharusnya aparat Kementerian Pertanian sudah bisa memantau kemungkinan gangguan produksi, seperti gangguan cuaca, hama, dan lain-lain sehingga bila terpaksa impor sudah diketahui sejak awal.

Apakah kita kekurangan ahli dalam urusan ini? Sangat boleh jadi! Beberapa fakultas pertanian di beberapa daerah telah ditutup karena kekurangan mahasiswa.

Otonomi daerah rupanya juga melupakan urusan-urusan fundamental dalam bidang pertanian, seperti peramalan cuaca dan juga ketersediaan penyuluh pertanian. Dampaknya sektor pertanian di daerah dibiarkan begitu saja tanpa perhatian yang memadai dari pemerintah daerah.

Di hilir, Kementerian Perdagangan seharusnya bisa memantau pergerakan komoditas dan juga pergerakan harga komoditas sehingga sejumlah langkah bisa dilakukan untuk mengendalikan harga. Pelaporan-pelaporan harga sebenarnya sudah dilakukan, tetapi sayang sekali belum menghasilkan keputusan yang mengantisipasi fenomena di lapangan. Keputusan waktu impor yang tepat seharusnya bisa dilakukan dengan data pasar sehingga kekosongan pasokan tidak lagi terjadi

Di luar persoalan hulu dan hilir, kita boleh menduga-duga ada permainan dalam perdagangan komoditas ini. Khusus dalam impor bawang putih, Dirjen Hortikultura Kementerian Pertanian Hasanuddin Ibrahim telah menyatakan impor bawang putih tidak terkendali. Mereka yang menjadi importir juga banyak yang tidak profesional.

Dari pernyataan itu, kita bisa memastikan bahwa pemerintah mengetahui mereka yang tidak profesional itu. Mereka ini adalah yang mencoba-coba untuk mengimpor dan mereka yang dekat dengan pengambil keputusan karena menerima informasi terkait dengan agrobisnis bawang putih. Jadi sebenarnya sangat mudah untuk mengurai masalah bawang karena pemerintah telah mengetahui data importir.

Kasus sejumlah importir yang tidak melengkapi dokumen juga menjadi indikasi adanya importir nakal. Pemerintah juga sudah mengetahui mereka ini semua. Sangat disayangkan apabila mereka tidak ditindak. Importir yang profesional akan terdisinsentif untuk mengimpor bawang putih karena jumlah pelaku makin banyak yang aji mumpung. (ANDREAS MARYOTO)

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com