Konten pornografi yang ditangkap oleh mata, kata Elly, langsung masuk ke sistem lindik di otak kecil, yang kemudian merangsang hormon dopamine, seperti ketika orang mengonsumsi narkoba. Efeknya menimbulkan kecanduan. Pada saat bersamaan, tubuh mengeluarkan hormon kenikmatan seperti hormon yang muncul ketika orang sedang bersetubuh.
Meski proses itu terjadi di otak kecil, kerusakan terjadi di otak bagian depan (prefrontal cortex/PFC). Tepatnya, di atas alis mata ke arah kanan yang fungsinya membuat perencanaan, kontrol diri, mengatur emosi hingga mengambil keputusan.
”Gambarannya, ibarat lengan yang selalu dilatih untuk mengangkat barbel dia akan menjadi besar, sementara bagian yang lain, kaki misalnya, tidak dilatih, akan mengecil. Demikian juga dengan otak di bagian depan tersebut,” kata Elly.
Kerusakan otak bagian depan ini, dikatakan Elly, sangat berbahaya. Sebab, fungsi-fungsi otak sebagai pembuat perencanaan, kontrol diri, pengatur emosi, dan mengambil keputusan tidak dapat dilakukan dengan baik. Padahal, fungsi-fungsi inilah yang membedakan manusia dengan binatang.
”Kalau sudah rusak, manusia tidak ada bedanya dengan binatang. Itulah mengapa dia berpotensi melakukan kekerasan, termasuk kekerasan seksual,” kata Elly.
Melihat dampak yang demikian luar biasa sudah sepantasnya apabila hal ini menjadi perhatian berbagai pihak. Apalagi berdasarkan penelitian yang tengah dikerjakan Elly, hasilnya sangat mengejutkan. ”Pemerkosaan dan inses meningkat di seluruh provinsi di Indonesia. Yang paling tinggi angkanya justru di kota-kota kecil,” katanya.
Elly belum dapat membeberkan hasil penelitian tersebut karena penelitian masih berjalan.