Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jika Ditahan, Pengacara Luthfi Hasan Akan Ajukan Penangguhan

Kompas.com - 31/01/2013, 10:30 WIB
Icha Rastika

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Kuasa hukum Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Luthfi Hasan Ishaaq, Zainuddin Paruh, mengaku belum mengetahui apakah kliennya akan langsung ditahan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Luthfi ditetapkan KPK sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap impor daging sapi. Jika ditahan, pihak kuasa hukum akan berupaya mengajukan penangguhan penahanan.

"Kami mengikuti apa yang menjadi kewenangan penyidik dan selanjutnya secara normatif hukum acara. Kami menyampaikan penangguhan kalau memang harus ditahan. Mudah-mudahan tidak (ditahan)," ujar Zainuddin, di Jakarta, Kamis.

Ia mengatakan, sejak ditangkap Rabu (30/1/2013) malam, Luthfi belum menjalani pemeriksaan oleh penyidik KPK. Penyidik, ujar Zainuddin, baru akan memeriksa Luthfi hari ini. "Iya, belum diperiksa. Semalam hanya ACC surat kuasa dan proses administrasi," katanya.

Seperti diberitakan, anggota Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang juga Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Luthfi Hasan Ishaaq, ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan penerimaan suap terkait kebijakan impor sapi. Ia dijemput penyidik dan tiba di Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi, Kuningan, Jakarta, Kamis (31/1/2013) sekitar pukul 00.00 WIB. KPK menetapkan Luthfi sebagai tersangka atas dugaan bersama-sama menerima suap dari PT Indoguna Utama terkait kebijakan impor daging sapi.

Selain Luthfi, KPK juga menetapkan orang dekatnya, yakni Ahmad Fathani, sebagai tersangka atas dugaan perbuatan yang sama. KPK juga menetapkan dua Direktur PT Indoguna, Juard Effendi dan Arya Abdi Effendi, sebagai tersangka pemberian suap. Penetapan Luthfi sebagai tersangka ini berawal dari operasi tangkap tangan yang dilakukan KPK, Selasa (29/1/2013) malam di Hotel Le Meridien dan di kawasan Cawang, Jakarta. Dari situ, KPK menahan empat orang, yakni Ahmad, Arya, Juard, dan seorang perempuan bernama Maharani.

Bersamaan dengan penangkapan tersebut, KPK menyita uang Rp 1 miliar yang disimpan dalam kantong plastik dan koper. Keempatnya lalu diperiksa seharian di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta. Melalui proses gelar perkara, KPK menyimpulkan ada dua alat bukti yang cukup untuk menetapkan Luthfi sebagai tersangka. Informasi dari KPK menyebutkan, uang yang dijanjikan PT Indoguna terkait kebijakan impor daging sapi ini mencapai Rp 40 miliar. Adapun uang Rp 1 miliar yang ditemukan saat penggeledahan tersebut diduga hanya uang muka.

Berita terkait dapat diikuti dalam topik:
Skandal Suap Impor Daging Sapi

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    PDI-P Bakal Jemput Bola Kader untuk Maju di Pilkada Sumut

    PDI-P Bakal Jemput Bola Kader untuk Maju di Pilkada Sumut

    Nasional
    Jadi Perempuan Pertama Berpangkat Mayjen TNI AD, Dian Andriani Harap Kowad Lain Menyusul

    Jadi Perempuan Pertama Berpangkat Mayjen TNI AD, Dian Andriani Harap Kowad Lain Menyusul

    Nasional
    Jokowi Bakal Tinjau Lokasi Banjir Lahar di Sumbar Pekan Depan

    Jokowi Bakal Tinjau Lokasi Banjir Lahar di Sumbar Pekan Depan

    Nasional
    Nurul Ghufron Tak Hadir karena Belum Tuntas Siapkan Pembelaan, Dewas KPK Tunda Sidang Etik

    Nurul Ghufron Tak Hadir karena Belum Tuntas Siapkan Pembelaan, Dewas KPK Tunda Sidang Etik

    Nasional
    PDI-P Tuding Jokowi Cawe-cawe Pilkada dengan Bansos Beras, Ngabalin: Segera Lah Move on

    PDI-P Tuding Jokowi Cawe-cawe Pilkada dengan Bansos Beras, Ngabalin: Segera Lah Move on

    Nasional
    Soal Revisi UU Kementerian Negara, Ngabalin: Mudah-mudahan Cepat, Itu Arah Haluan Prabowo-Gibran

    Soal Revisi UU Kementerian Negara, Ngabalin: Mudah-mudahan Cepat, Itu Arah Haluan Prabowo-Gibran

    Nasional
    Risma Relokasi 2 Posko Pengungsian Banjir Lahar Dingin di Sumbar yang Berada di Zona Merah

    Risma Relokasi 2 Posko Pengungsian Banjir Lahar Dingin di Sumbar yang Berada di Zona Merah

    Nasional
    Ahok Masuk Bursa Bacagub Sumut, PDI-P: Prosesnya Masih Panjang

    Ahok Masuk Bursa Bacagub Sumut, PDI-P: Prosesnya Masih Panjang

    Nasional
    Bantah PDI-P soal Jokowi Menyibukkan Diri, Ali Ngabalin: Jadwal Padat, Jangan Gitu Cara Ngomongnya...

    Bantah PDI-P soal Jokowi Menyibukkan Diri, Ali Ngabalin: Jadwal Padat, Jangan Gitu Cara Ngomongnya...

    Nasional
    Pimpin Langsung ‘Tactical Floor Game’ WWF di Bali, Luhut: Pastikan Prajurit dan Komandan Lapangan Paham yang Dilakukan

    Pimpin Langsung ‘Tactical Floor Game’ WWF di Bali, Luhut: Pastikan Prajurit dan Komandan Lapangan Paham yang Dilakukan

    Nasional
    Setara Institute: RUU Penyiaran Berpotensi Perburuk Kebebasan Berekspresi melalui Pemasungan Pers

    Setara Institute: RUU Penyiaran Berpotensi Perburuk Kebebasan Berekspresi melalui Pemasungan Pers

    Nasional
    Masuk Daftar Cagub DKI dari PDI-P, Risma: Belum Tahu, Wong Masih di Kantong...

    Masuk Daftar Cagub DKI dari PDI-P, Risma: Belum Tahu, Wong Masih di Kantong...

    Nasional
    KPK Geledah Lagi Rumah di Makassar Terkait TPPU SYL

    KPK Geledah Lagi Rumah di Makassar Terkait TPPU SYL

    Nasional
    Puan Minta DPR dan IPU Fokus Sukseskan Pertemuan Parlemen pada Forum Air Dunia Ke-10

    Puan Minta DPR dan IPU Fokus Sukseskan Pertemuan Parlemen pada Forum Air Dunia Ke-10

    Nasional
    Yusril: Serahkan kepada Presiden untuk Bentuk Kabinet Tanpa Dibatasi Jumlah Kementeriannya

    Yusril: Serahkan kepada Presiden untuk Bentuk Kabinet Tanpa Dibatasi Jumlah Kementeriannya

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com