Sevare, Rabu -
Sama seperti di kota Gao dan Timbuktu, kesuksesan Perancis dan Mali memukul mundur milisi binaan Al Qaeda itu dari Kidal juga disambut gembira warga. Ketua Majelis Wilayah Kidal Haminy Belco Maiga menjelaskan, pasukan Perancis itu tidak mendapat perlawanan dari milisi ketika mereka tiba di Kidal.
Tempat pertama yang dikuasai adalah bandar udara Kidal. ”Pasukan Perancis tiba, Selasa pukul 21.30, dengan empat pesawat dan beberapa helikopter. Mereka mendarat susul-menyusul. Setelah merebut bandara, mereka masuk ke kota. Tidak ada pertempuran,” kata Maiga.
”Tentara langsung berpatroli dan dua helikopter pun berputar-putar di atas mereka,” ucapnya.
Kidal terletak 1.500 kilometer di timur laut laut Bamako, ibu kota Mali. Sejak April 2012, kota itu dikuasai Ansar Dine. Kamis pekan lalu, satu kelompok milisi yang baru terbentuk di kota ini mengumumkan telah berpisah dari Ansar Dine. Mereka mengklaim menolak ”ekstremisme dan terorisme”, dan ingin menciptakan Mali yang damai.
Di Paris, juru bicara militer Perancis, Kolonel Thierry Burkhard, membenarkan jika tentara Perancis telah menguasai salah satu kota terpenting di Mali utara itu. ”Bandara kota itu berhasil direbut lagi dari milisi pada Selasa malam. Operasi di Kidal sedang berjalan,” katanya.
Hari Selasa, kelompok separatis suku Tuareg menegaskan bahwa mereka telah mengendalikan Kidal dan kota-kota kecil di sekitarnya di Mali utara. Menurut Maiga, kelompok ini sudah lari meninggalkan Kidal.
Perancis, bekas negara penjajah Mali, mulai mengirim pasukan, helikopter, dan pesawat tempur pada 11 Januari. Intervensi itu dilakukan atas permintaan Bamako, yang khawatir terhadap kian kuatnya gerakan separatis dan ekstremis di negeri itu.
Presiden Perancis Francois Hollande mengatakan bahwa
Saat ini ada 2.900 tentara Afrika di Mali, termasuk 1.400 tentara Chad yang sudah terbiasa bertempur di daerah gurun, seperti di Mali utara. Pasukan infanteri Perancis di Mali kini berjumlah 3.500 personel.
Meski demikian, sejumlah keraguan tetap ada terkait dengan seberapa cepat intervensi pasukan Afrika, AFISMA, dengan 8.000 personel, bisa menguasai penuh Mali untuk mencegah kembalinya milisi Ansar Dine. Kelompok militan itu dikenal sebagai salah satu sayap terkuat Al Qaeda di Afrika Barat.
”Pembebasan Gao dan Timbuktu dengan cepat merupakan bagian dari rencana. Sekarang terserah pasukan negara-negara Afrika untuk mengambil alih,” tulis harian Le Parisien.
Menteri Luar Negeri Perancis Laurent Fabius memperingatkan, segala sesuatu bisa berubah di lapangan. Perancis sempat menghadapi tantangan seimbang dari milisi.
”Kita harus berhati-hati. Kita sedang memasuki fase yang rumit saat risiko serangan atau penculikan sangat tinggi. Kepentingan Perancis terancam di seluruh wilayah Sahel,” kata Fabius kepada pers di Paris.(AFP/AP/REUTERS/CAL)