Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

DK PBB Dukung Aksi Militer Perancis

Kompas.com - 16/01/2013, 03:32 WIB

Bamako, Selasa - Perancis gembira saat mengetahui Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa- Bangsa mendukung intervensi militer mereka di Mali. Militer Perancis memperkuat pasukan darat dan menaikkan jumlah tentara tiga kali lipat untuk menggempur pasukan separatis dan militan yang ternyata juga memiliki daya tempur yang tangguh.

Semua negara anggota DK PBB di New York, Amerika Serikat, Senin (14/1), secara bulat mendukung Perancis, yang melakukan aksi militer ke Mali dengan sasaran kelompok separatis dan militan. Sekretaris Jenderal PBB Ban Ki-moon mengatakan, serangan itu diharapkan bisa memulihkan ”integritas wilayah dan ketertiban konstitusi Mali”.

DK PBB menggelar pertemuan darurat atas permintaan Perancis yang memulai intervensi di Mali, Jumat lalu. Duta Besar Perancis untuk PBB Gerard Araud, seusai pertemuan, mengatakan, kesediaan 15 negara anggota DK PBB membahas krisis Mali dengan suatu bulat menyatakan ”dukungan dan pengertian” dari 14 anggota DK lainnya.

Pada hari itu juga, militer Perancis di Mali memperlengkapi pasukan daratnya dengan 30 tank lapis baja dan memperbanyak kendaraan pengangkut tentara. Jumlah tentara yang semula 400 orang ditambah menjadi 750 orang.

Sehari kemudian, sumber Kementerian Pertahanan Perancis mengungkapkan, kekuatannya akan dilipattgakan menjadi 2.500 tentara. ”Jumlahnya bisa menjadi 2.500 orang,” ujar satu sumber yang dekat dengan Menteri Pertahanan Perancis Jean-Yves Le Drian.

Presiden Francois Hollande dalam kunjungan ke Abu Dhabi, Uni Emirat Arab, mengatakan, sudah ada 750 tentara di medan tempur di Mali utara. Dia mengindikasikan jumlah itu akan ditingkatkan secara bertahap.

Seorang pejabat keamanan menyebutkan, Paris siap berkomitmen untuk berperan jauh lebih besar dan mungkin juga lebih lama untuk membantu Bamako melawan gerakan separatis dan militan di Mali utara. Hal ini berbeda dengan pernyataan Menteri Luar Negeri Perancis Laurent Fabius sebelumnya yang menegaskan, Perancis tidak ingin berlama-lama di Mali.

Araud mengatakan, Perancis juga menginginkan agar pasukan dari blok negara-negara di Afrika Barat, ECOWAS, ”secepat mungkin” dikirim ke medan tempur. Pasukan ini dikirim dengan payung resolusi DK PBB 2085, yang disetujui Desember lalu. Jumlah pasukan bisa mencapai 3.300 orang yang dipimpin Uni Afrika.

Seimbang

Pada hari Selasa, pesawat tempur Perancis menyerang kota Diabaly di Mali tengah serta Gao di utara. Sehari sebelumnya, saat Perancis menyerang sejumlah fasilitas yang dijadikan basis pertahanan kelompok separatis, pasukan separatis malah merebut Diabaly dari pasukan Mali.

Pertarungan yang seimbang itu yang mendorong Paris untuk memperbesar jumlah pasukan. Prajurit Perancis di medan tempur menyadari, mereka mendapat perlawanan yang tangguh dari kelompok militan, kejutan yang patut diantisipasi.

Kontak senjata sehari sebelumnya di Mopti, kota penting di Mali tengah, dan Gao di utara menyebabkan 86 orang terluka. Palang Merah menyebutkan, semua korban harus dilarikan ke rumah sakit karena menderita luka serius. ”Di rumah sakit di Mopti, 71 orang dirawat setelah insiden Konna,” kata Palang Merah setempat.

Juru bicara Komite Internasional Palang Merah, Ali Naraghi, mengatakan, situasi kemanusiaan di Mali memburuk cepat. ”Pengungsian besar-besaran terjadi, korban sipil berjatuhan, dan kami mencoba membantu mengatasi masalah ini,” kata Naraghi.

UNHCR melaporkan, konflik menyebabkan 150.000 orang meninggalkan Mali sejak Jumat lalu. Sedikitnya 54.100 orang lari ke Mauritania, 50.000 orang ke Niger, 38.000 orang ke Burkina Faso, dan 1.500 orang ke Aljazair. Sekitar 230.000 orang mengungsi di negerinya sendiri.

Sejak serangan udara Perancis diluncurkan pada Jumat lalu di Konna, kubu militan Ansar Dine telah meninggalkan tiga kota penting yang mereka kuasai sejak Maret lalu. Tiga kota itu ialah Timbuktu, yang penduduknya telah menderita kekerasan selama 10 bulan, kota Douentza di Mali tengah, dan Gao.

Mengancam

Meskipun terus dibombardir pasukan Perancis, kelompok separatis Ansar Dine yang memiliki hubungan dengan Al Qaeda terus mengancam aksi balas dendam. Perancis dicap telah ”membuka pintu neraka” melalui serangan militernya itu.

”Perancis jatuh ke dalam perangkap yang jauh lebih berbahaya ketimbang Irak, Afganistan, atau Somalia,” kata Omar Ould Hamaha, pemimpin Gerakan untuk Kesatuan dan Jihad di Afrika Barat (MUJAO), salah satu kelompok separatis dan sayap Al Qaeda di Afrika Utara.

Kedutaan Besar Perancis di Bamako segera memerintahkan evakuasi sekitar 60 warga Perancis di wilayah Segou. Kedutaan mengkhawatirkan keselamatan warga karena wilayah itu berada dalam kepungan pasukan militan.

Sementara itu, Direktur Perlindungan Warga Negara Indonesia dan Badan Hukum Indonesia Kementerian Luar Negeri Tatang Budi Razak memastikan tidak ada warga negara Indonesia yang terdata tengah berada di Mali. Menurut Tatang, dirinya telah mengecek langsung ke Kedutaan Besar RI di Dakar, Senegal, negara terdekat dengan Mali.

”Kita kebetulan tak punya perwakilan di Mali,” ujar Tatang.(DWA/AFP/AP/ REUTERS/BBC/CAL)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com