Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

DPR Buka Peluang UU Gratifikasi Seks

Kompas.com - 10/01/2013, 07:59 WIB
Sabrina Asril

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mendukung upaya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang tengah menyusun aturan tentang gratifikasi dalam bentuk pelayanan seksual. Kalau perlu, aturan itu bahkan perlu dibuat dalam bentuk undang-undang.

"KPK fokus saja pada tindakan korupsi. Gratifikasi seksual harus diatur dalam undang-undang, tidak bisa diatur di KPK," ujar anggota Komisi VIII dari Fraksi PKS, Nasir Djamil, di Jakarta, Kamis (10/1/2013).

Nasir mengatakan, usulan itu bisa langsung diajukan ke DPR, tetapi pembahasannya nanti akan menjadi kewenangan DPR dan pemerintah. "Kalau penting, silakan dimasukkan biar saja diatur tindakan pidana umum, bisa di wilayah umum tidak masuk korupsi," kata Nasir.

Sementara itu, anggota Komisi III dari Fraksi Partai Demokrat Saan Mustopa juga mendukung ide aturan gratifikasi seks. Namun, Saan melihat yang terpenting adalah penjabaran kategori gratifikasi seks.

"Sebagai upaya untuk menjaga agar para pejabat clear dalam arti tidak terpengaruh soal apa pun dalam menjalankan tugasnya, bisa saja dipikirkan soal itu. Sebagai ide enggak ada masalah, yang penting harus jelas operasionalnya dijabarkan," kata Saan.

Ketua DPR Marzuki Alie mendukung hal serupa. Senada dengan Saan, Marzuki meminta aturan itu nantinya perlu dijabarkan lantaran gratifikasi seks masuk dalam kategori kesenangan yang multiinterpretasi. Namun, Marzuki mengaku heran tiba-tiba ide itu dilontarkan KPK.

"Saya bingung apakah sudah bejatnya moral negara ini. Saya rasa, sih, yang sekarang tidak sebejat dulu," ujar Marzuki.

KPK bahas gratifikasi seks

Sebelumnya diberitakan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyusun aturan mengenai pemberian gratifikasi dalam bentuk pelayanan seksual. Wakil Ketua KPK Adnan Pandupraja mengatakan, sejauh ini belum ada aturan yang jelas mengenai batasan gratifikasi dalam bentuk pelayanan seksual tersebut.

"Walaupun sebenarnya menurut rekomendasi dari UNCAC terhadap pasal gratifikasi mesti lebih disempurnakan. Ke depan, kami akan membuat detail semua agar lebih mudah dipahami," kata Adnan di Jakarta, Selasa (8/1/2013).

Menurut Adnan, beberapa instansi masih ragu apakah pelayanan seksual ini dapat digolongkan sebagai jenis gratifikasi atau bukan. Masalahnya, kata Adnan, ada batasan rupiah pada pengertian gratifikasi yang diatur dalam undang-undang.

Direktur Gratifikasi KPK Giri Supradiono menambahkan, pemberian berupa pelayanan seksual sebenarnya dapat digolongkan sebagai gratifikasi. Dalam undang-undang, lanjutnya, gratifikasi tidak harus dalam bentuk uang tunai, tetapi juga dalam bentuk lain seperti potongan harga ataupun kesenangan.

"Memang pembuktiannya tidak mudah. Jadi, ini jatuhnya ke case building (pembangunan kerangka kasus) karena itu harus dibuktikan," katanya.

Meskipun demikian, lanjut Giri, Indonesia dapat belajar dari Singapura yang mulai menerapkan hukuman untuk pemberian gratifikasi berupa pelayanan seks.

Sejauh ini, belum ada kasus gratifikasi seks yang ditangani KPK. Berdasarkan pemberitaan Kompas, dalam kasus dugaan suap proyek pembangkit listrik tenaga uap dengan tersangka Emir Moies, diduga ada uang yang mengalir untuk pembayaran jasa hiburan khusus laki-laki dewasa di Paris, Perancis.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Sekjen PDI-P: Bung Karno Tidak Hanya Milik Rakyat Indonesia, tapi Bangsa Dunia

    Sekjen PDI-P: Bung Karno Tidak Hanya Milik Rakyat Indonesia, tapi Bangsa Dunia

    Nasional
    Pejabat Kementan Mengaku Terpaksa “Rogoh Kocek” Pribadi untuk Renovasi Kamar Anak SYL

    Pejabat Kementan Mengaku Terpaksa “Rogoh Kocek” Pribadi untuk Renovasi Kamar Anak SYL

    Nasional
    Sebut Ada 8 Nama untuk Pilkada Jakarta, Sekjen PDI-P: Sudah di Kantongnya Megawati

    Sebut Ada 8 Nama untuk Pilkada Jakarta, Sekjen PDI-P: Sudah di Kantongnya Megawati

    Nasional
    Gus Muhdlor Cabut Gugatan Praperadilan untuk Revisi

    Gus Muhdlor Cabut Gugatan Praperadilan untuk Revisi

    Nasional
    KPU Sebut Faktor Kesiapan Bikin Calon Independen Batal Daftar Pilkada 2024

    KPU Sebut Faktor Kesiapan Bikin Calon Independen Batal Daftar Pilkada 2024

    Nasional
    Hal yang Perlu Diperhatikan Saat Jemaah Haji Tinggalkan Hotel untuk Ibadah di Masjid Nabawi

    Hal yang Perlu Diperhatikan Saat Jemaah Haji Tinggalkan Hotel untuk Ibadah di Masjid Nabawi

    Nasional
    Pakar: Ada 1 Opsi Ubah UU Kementerian Negara, Ajukan Uji Materi ke MK tapi...

    Pakar: Ada 1 Opsi Ubah UU Kementerian Negara, Ajukan Uji Materi ke MK tapi...

    Nasional
    Suhu Madinah Capai 40 Derajat, Kemenag Minta Jemaah Haji Tak Paksakan Diri Ibadah di Masjid Nabawi

    Suhu Madinah Capai 40 Derajat, Kemenag Minta Jemaah Haji Tak Paksakan Diri Ibadah di Masjid Nabawi

    Nasional
    MKMK Diminta Pecat Anwar Usman Usai Sewa Pengacara KPU untuk Lawan MK di PTUN

    MKMK Diminta Pecat Anwar Usman Usai Sewa Pengacara KPU untuk Lawan MK di PTUN

    Nasional
    Lewat Pesantren Gemilang, Dompet Dhuafa Ajak Donatur Lansia Jalin Silaturahmi dan Saling Memotivasi

    Lewat Pesantren Gemilang, Dompet Dhuafa Ajak Donatur Lansia Jalin Silaturahmi dan Saling Memotivasi

    Nasional
    Hari Pertama Penerbangan Haji, 4.500 Jemaah Asal Indonesia Tiba di Madinah

    Hari Pertama Penerbangan Haji, 4.500 Jemaah Asal Indonesia Tiba di Madinah

    Nasional
    Jokowi Ajak Masyarakat Sultra Doa Bersama supaya Bantuan Beras Diperpanjang

    Jokowi Ajak Masyarakat Sultra Doa Bersama supaya Bantuan Beras Diperpanjang

    Nasional
    World Water Forum Ke-10, Ajang Pertemuan Terbesar untuk Rumuskan Solusi Persoalan Sumber Daya Air

    World Water Forum Ke-10, Ajang Pertemuan Terbesar untuk Rumuskan Solusi Persoalan Sumber Daya Air

    Nasional
    Syarat Sulit dan Waktu Mepet, Pengamat Prediksi Calon Nonpartai Berkurang pada Pilkada 2024

    Syarat Sulit dan Waktu Mepet, Pengamat Prediksi Calon Nonpartai Berkurang pada Pilkada 2024

    Nasional
    MKMK Sudah Terima Laporan Pelanggaran Etik Anwar Usman

    MKMK Sudah Terima Laporan Pelanggaran Etik Anwar Usman

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com