Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Militer Gempur Oposisi

Kompas.com - 05/01/2013, 03:03 WIB

damaskus, jumat - Pesawat-pesawat tempur dan tentara Suriah, Jumat (4/1), menggempur oposisi di dekat Damaskus. Serangan ini terjadi sehari setelah satu bom mobil meledak di distrik yang dihuni kelompok Alawite, kubu minoritas Presiden Bashar al-Assad, menewaskan 11 orang.

Organisasi Pemantau Hak Asasi Manusia Suriah (SOHR) menyatakan, pesawat pengebom menyerang Duma di timur laut Damaskus. Pasukan artileri juga menyerang wilayah barat daya Daraya. Dua kota itu telah dikuasai oposisi selama berminggu-minggu. Belum ada laporan resmi tentang jumlah korban.

SOHR menambahkan, pasukan bantuan tengah dikerahkan lebih banyak lagi ke Deraya. Sehari sebelumnya, sebuah bom mobil menghantam daerah Massaken Barzeh di utara Damaskus. Wilayah ini lebih banyak dihuni kelompok minoritas Alawite.

Akibat serangan bom itu, 11 orang tewas, termasuk dua anak kecil. Kantor berita resmi Pemerintah Suriah, SANA, mengatakan, bom mobil itu menyasar sebuah stasiun pengisian bahan bakar. Selain menyebabkan jatuhnya korban jiwa, lebih dari 40 orang juga terluka. Korban umumnya warga sipil.

SANA menjelaskan, serangan bom mobil dilakukan kelompok ”teroris”. Pompa bensin yang diserang para teroris itu berada di dekat rumah sakit militer Hamish. Otoritas Suriah menyebut insiden itu sebagai serangan teroris bersenjata yang dibiayai dari luar negeri.

Jaringan para aktivis Komisi Umum Revolusi Suriah (SRGC) juga melaporkan adanya gempuran terbaru rezim Suriah. Aktivis SRGC yang dekat dengan oposisi menambahkan, tidak lama setelah terjadi ledakan bom mobil itu, banyak tentara dikerahkan ke lokasi sekitarnya.

Pada hari Rabu lalu, PBB merilis data terbaru tentang peningkatan jumlah kematian di Suriah. Selama 21 bulan atau hampir dua tahun konflik berjalan, sudah lebih dari 60.000 orang tewas. Itu lebih tinggi dari perkiraan aktivis HAM yang menyebutkan 45.000 orang tewas.

Berlipat ganda

Jumlah korban tewas itu berlipat ganda dalam beberapa bulan terakhir. Bulan mematikan pada tahun 2012 adalah Agustus saat lebih dari 5.000 orang tewas. Merujuk laporan PBB terbaru, tampaknya korban paling banyak terjadi pada sebulan terakhir. Pada hari Kamis saja, 191 orang tewas, termasuk 99 warga sipil.

Di pihak lain, Pemerintah Australia memperingatkan warganya agar tidak terlibat dalam pertempuran di Suriah. Dilaporkan, lebih dari 100 warga negara ini terlibat dalam pertempuran di Suriah untuk mendukung kubu oposisi. Meski tidak ada bukti pendukung, pemerintah memperingatkan, setiap warga yang terlibat akan menghadapi hukuman hingga 20 tahun penjara.

Juru bicara Pemerintah Australia mengatakan, sudah ada sedikitnya tiga warga Australia tewas dalam perang saudara di Suriah. Pendiri Dewan Arab Australia, Joseph Wakim, mengatakan, banyak warga Australia pergi ke Suriah dengan tujuan membantu tugas-tugas kemanusiaan tetapi malah terlibat dalam pertempuran.

Sementara Dewan Keamanan PBB, Kamis, mengatakan, perlu membangun usaha untuk menemukan solusi diplomatik atas konflik Suriah, dan kemungkinan akan ada pertemuan membahas masalah itu minggu depan. Kegiatan itu mungkin akan bersamaan dengan pertemuan antara Utusan Khusus PBB dan Liga Arab, Lakhdar Brahimi, dengan perwakilan AS dan Rusia.

Sikap Indonesia

Sementara itu, Menteri Luar Negeri RI Marty Natalegawa menegaskan, kebijakan dan praktik politik luar negeri RI tidak mengenal bentuk pengakuan terhadap pemerintah suatu negara. Indonesia hanya mengakui sebuah negara tanpa melihat bagaimana proses pemerintahannya berganti atau terbentuk.

Pernyataan tersebut disampaikan Marty kepada wartawan, Jumat, seusai membacakan pidato pernyataan tahunan tahun 2013.

Dalam konteks Suriah, Pemerintah Indonesia selalu mencoba berhubungan dengan semua pihak, termasuk yang akan dilakukan dalam waktu dekat ini, yakni menggelar pembicaraan dengan kelompok oposisi di Suriah.

”Bahkan, dalam waktu dekat, saya akan bertemu dengan kelompok oposisi untuk memperoleh masukan. Jadi, tidak adanya pengakuan jangan dilihat sebagai sesuatu yang negatif karena memang hal itu tidak biasa dalam praktik diplomasi Indonesia,” ujar Marty.

Terkait dengan perlu tidaknya Assad mundur, Indonesia berpendapat, oposisi dan rezim perlu bertemu agar proses politik bisa berjalan terlebih dahulu. Marty mengaku yakin kedua pihak yang bertikai, walau bagaimanapun kondisinya, tetap harus bertemu dan berunding. (DWA/AFP/AP/REUTERS/CAL)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com