Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Musim Semi yang Tersandung Krisis Politik

Kompas.com - 24/12/2012, 02:28 WIB

Rasa kecewa, bahkan frustrasi, kini mewarnai rakyat di wilayah yang dilanda ”Musim Semi Arab”, seperti Tunisia, Mesir, Libya, dan Yaman. Transisi demokrasi yang ditandai penyelenggaraan pemilu di negara-negara tersebut justru menyeret kekuatan-kekuatan politik ke dalam pertikaian yang berlarut-larut.

Masalah keseharian, seperti perbedaan pendapat soal pengelolaan pemerintahan, hingga isu strategis, seperti penyusunan konstitusi baru, menjadi faktor utama instabilitas di negara-negara tersebut saat ini.

Hal itu pada gilirannya berdampak negatif pada pembangunan ekonomi, yang justru merupakan elemen penting berkobarnya revolusi rakyat saat Musim Semi Arab tersebut. Rakyat tak hanya gagal merasakan kehidupan lebih baik, tetapi juga malah semakin terjebak dalam buruknya hubungan horizontal antarsesama elemen masyarakat.

Lemparan tomat dan batu ke arah Presiden Tunisia Moncef Marzouki dan Ketua Parlemen Mustapha Ben Jaafar pada peringatan dua tahun revolusi Tunisia, awal pekan lalu, menjadi contoh betapa rakyat Tunisia frustrasi karena tak kunjung ada perubahan yang lebih baik.

Di Libya, pemerintah pusat Tripoli tak juga mampu mengontrol seluruh negeri. Di sejumlah daerah, milisi bersenjata masih berkuasa. Tewasnya Duta Besar Amerika Serikat untuk Libya Christopher Stevens, dalam serangan teror ke Konsulat AS di Benghazi, September lalu, adalah contoh lemahnya pemerintahan Libya.

Mesir terbelah

Hal lebih buruk terjadi di Mesir. Revolusi di negeri ”Seribu Menara” itu malah tercoreng pertarungan sesama anak revolusi soal siapa yang berhak menyusun rancangan konstitusi baru.

Mereka yang semula berjuang bahu-membahu selama 18 hari segera terpecah dan saling bermusuhan setelah berhasil menumbangkan Presiden Hosni Mubarak pada 11 Februari 2011. Media lokal Mesir segera mengidentifikasi kubu yang berpolemik, yakni kubu islamis dan sipil/liberal.

Kubu islamis yang dimotori Ikhwanul Muslimin (IM) menghendaki pemilu parlemen dan presiden digelar diikuti penyusunan rancangan konstitusi baru. Adapun kubu sipil/liberal ingin rancangan konstitusi baru diselesaikan sebelum pemilu parlemen dan presiden.

Di tengah perbedaan pendapat yang tajam itu, Dewan Agung Militer (SCAF) yang berkuasa di Mesir saat itu memutuskan referendum untuk meminta pendapat rakyat atas peta jalan masa transisi di Mesir.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Terpopuler

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com