Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Angin Perubahan di Yangon

Kompas.com - 20/12/2012, 09:10 WIB

Jalan Anawrahta memang ”sempurna” menyuguhkan kontradiksi sisa dampak ketertutupan junta militer, dan semrawutnya euforia keterbukaan Myanmar sebagai pasar global. Mirip Indonesia, trotoar jalan-jalan di Yangon dipadati para pedagang kaki lima yang berjejalan di depan toko-toko tua di kiri-kanan jalan.

Segala aneka barang terjual di sana, mulai dari manisan buah, pinang-sirih, beras, obat kuat, toko penjual sarung yang menjadi busana resmi Myanmar, bunga (ada begitu banyak kios bunga di Jalan Anawrahta), lotre, juga lapak para pengumpul derma untuk para biksu yang selalu hilir mudik di jalan-jalan Yangon.

Semuanya tersaji di depan berderet toko elektronik, komputer, kamera, hingga penjual telepon genggam dan sabak elektronik keluaran terbaru. Trotoar Jalan Anawrahta penuh orang berbincang lewat telepon genggam, namun hampir setiap 50 meter ada meja berisi lima-enam pesawat telepon yang disewakan layaknya wartel.

Di trotoar Pagoda Sule, beberapa kali mata tertegun melihat para lelaki berkain sarung menenteng kantong plastik transparan berisi laptop, tanpa pembungkus. Iya ya, yang penting kan isinya, bukan bungkusnya.

Dua tahun terakhir

Belakangan, baru kami mendapat cerita dari Duta Besar RI untuk Myanmar Sebastianus Sumarsono, betapa demokratisasi telah mendatangkan krisis listrik baru di Myanmar. ”Dulu, ketika saya datang tahun 2008, setiap hari listrik padam beberapa kali. Pembangkit listrik dibangun besar-besaran pada 2010, dan tahun berikutnya tidak pernah ada pemadaman listrik. Sekarang, semua warga punya peralatan elektronik baru, dan pemadaman bergilir terjadi lagi,” kata Sumarsono tertawa.

Sumarsono pun bercerita tentang Yangon yang kebanjiran mobil impor sejak setahun terakhir. ”Tahun 2010, tidak ada macet. Semuanya memang berubah cepat sejak reformasi politik dijalankan Pemerintah Myanmar. Ekonomi pun semakin tumbuh sejak Pemerintah Myanmar menyatukan nilai tukar mata uang kyat terhadap mata uang asing. Myanmar terus berubah ke arah yang lebih baik, meski dampak ikutannya memang terjadi,” kata Sumarsono.

Menjelang tengah hari, sepulang dari mengunjungi Pagoda Sule yang berseberangan dengan Masjid Jami di Yangon, kami berdua memasuki sebuah toko donat, bukan toko donat waralaba. Semua perabotan serba baru, seperti sejumlah restoran yang kami singgahi di Yangon. Anak-anak muda ada di banyak meja, dengan dandanan dan rambut yang sedikit berwarna. Itu mengingatkan dandanan potongan rambut para artis Korea.

Semua mengobrol riang, sesekali tertawa, sambil memainkan telepon genggam atau sabak elektronik masing-masing. Ya, angin perubahan memang sedang berembus di Yangon....

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com