Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Roket Korut Bukti AS Gagal

Kompas.com - 14/12/2012, 02:54 WIB

WASHINGTON, KAMIS - Tak hanya memicu kebingungan baru, kesuksesan Korea Utara meluncurkan roket jarak jauhnya, Unha-3, Rabu (12/12), sekaligus juga menunjukkan kesalahan pendekatan yang selama ini diterapkan Amerika Serikat terhadap negeri komunis otoriter itu.

Sejumlah analis dan pejabat AS menyebut, pendekatan ”mempermalukan dan menjatuhkan sanksi” yang selama ini dilakukan terbukti sama sekali tak menghentikan Korut mengembangkan kemampuannya, baik di bidang teknologi nuklir maupun peluru kendali.

Tak lama setelah peluncuran, pemerintahan Presiden Barack Obama langsung bereaksi keras, dengan mengecam peluncuran yang disebutnya sebagai ”tindakan sangat provokatif”.

Untuk itu, Pemerintah AS mengancam bakal ada ”sejumlah konsekuensi” yang akan dihadapi Korut. Hal itu dilakukan dengan mengupayakan sanksi lebih kuat dan luas atas Korut oleh Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa- Bangsa.

Beberapa bentuk sanksi yang direncanakan, antara lain, menambah jumlah individu dan entitas bisnis Korut dalam daftar hitam PBB, yang akan diikuti pembekuan aset dan pembatasan perjalanan, serta pengetatan inspeksi kargo terhadap Korut.

”Sebelumnya ada semacam kecenderungan tak terucap untuk meremehkan apa yang dilakukan Korut sebagai sekadar upaya konyol dari sebuah negara aneh yang terbelakang secara teknologi,” ujar Victor Cha, pakar Korut di Center for Strategic and International Studies.

Semua itu berubah setelah Korut membuktikan diri berhasil meluncurkan roket jarak jauhnya kemarin. Keberhasilan itu memicu kekhawatiran Korut mampu mengembangkan teknologi rudal berhulu ledak nuklir.

”Pertanyaannya sekarang, akankah AS melakukan sesuatu yang lain dalam menghadapi ancaman strategis baru dari Korut. Atau akankah AS berdiam dan menunggu sampai Korut akhirnya menguasai kemampuan persenjataan nuklir yang akan semakin mengancam keamanan tanah air AS,” ujar Cha.

Reaksi keras AS

Sebelumnya, juru bicara Departemen Luar Negeri AS, Victoria Nuland, dengan keras mengecam pemimpin Korut, Kim Jong Un, yang dinilai banyak kalangan masih terlalu muda dan belum berpengalaman.

”Dia boleh saja memilih antara menghabiskan waktu dan uangnya meluncurkan peluru-peluru kendali itu atau memberi makan rakyatnya. Akan tetapi, yang jelas dia tak bisa melakukan semuanya,” kata Nuland.

Ia juga menegaskan, peluncuran roket tersebut adalah bagian dari program pengembangan senjata Korut, bukan program bertujuan damai.

AS mengupayakan sejumlah pendekatan terhadap China, negara sekutu utama Korut, agar mendukung sanksi lebih berat dari DK PBB tersebut.

Meski demikian, AS diyakini telah gagal mendekati China untuk mendukung upayanya menerapkan sanksi lebih berat tersebut.

China sempat menyatakan penyesalan atas ”kenekatan” Korut meluncurkan roket jarak jauhnya dengan mengabaikan peringatan dari masyarakat dunia.

Akan tetapi, China menambahkan, hendaknya sanksi PBB tetap bersifat ”bijaksana”, terukur, pantas, dan kondusif bagi perdamaian dan stabilitas di Semenanjung Korea demi menghindari eskalasi situasi.

Hal itu disampaikan juru bicara Kementerian Luar Negeri China, Hong Lei, kepada wartawan di Beijing. Pernyataan itu sekaligus menjadi sinyal penolakan China terhadap keinginan AS agar DK PBB menjatuhkan sanksi lebih keras terhadap negara sekutunya itu.

China selama ini diyakini sangat berpengaruh atas Korut. Akan tetapi, surat kabar China, Global Times, dalam tajuk rencananya, Kamis, memperingatkan Pemerintah China agar tak terlibat dengan AS, Korea Selatan, ataupun Jepang, yang dinilai bereaksi terlalu berlebihan.

China, salah satu anggota tetap DK PBB, menyetujui pernyataan lembaga tersebut yang mengecam peluncuran roket Korut. Seusai rapat tertutup, Rabu, DK PBB menyatakan, peluncuran itu sebagai pelanggaran atas resolusi DK PBB yang melarang Korut menguji coba teknologi rudal balistik.

Meski demikian, Duta Besar China untuk PBB dikabarkan menentang penggunaan kalimat bernada keras dalam pernyataan sikap DK PBB tersebut.

China juga menolak penggunaan istilah ”teknologi rudal balistik” dalam rancangan rumusan pernyataan sikap bersama DK PBB itu.(AFP/AP/REUTERS/DWA)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com