Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

TKI Satinah Diberi Waktu hingga 14 Desember

Kompas.com - 30/11/2012, 15:32 WIB
Imam Prihadiyoko

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Momentum 14 Desember 2012 bukan peristiwa pelaksanaan hukuman mati (qishash) bagi TKI Satinah Binti Jumadi di Arab Saudi, melainkan batas waktu penyerahan uang diat atas kasus pembunuhan yang melibatkan TKI asal Dusun Mruten Wetan RT 02 RW 03, Desa Kalisidi, Kecamatan Ungaran Barat, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah, pada 2009 itu.

Demikian penjelasan Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) Moh Jumhur Hidayat di Jakarta, Jumat (30/11/2012). Jumhur sedang berada di Desa Tracap, Kecamatan Kaliwiro, Wonosobo, Jawa Tengah, Jumat. Di tempat tersebut, Jumhur meresmikan program pemberdayaan mantan TKI korban human trafficking (perdagangan orang) kerja sama International Organization for Migration (IOM), Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI), Pemerintah Kabupaten Wonosobo, dan BNP2TKI.

Menurut dia, sesuai koordinasi pihaknya dengan Kementerian Luar Negeri dan Kedutaan Besar RI di Riyadh, Arab Saudi, pada 14 Desember nanti akan dilakukan pembayaran diat oleh Pemerintah RI kepada otoritas pengadilan setempat guna diteruskan ke ahli waris korban terkait penyelesaian damai (tanazul) dari hukuman qishash Satinah. "Sejauh ini, pemerintah mulai Kementerian Koordinator Polhukam, Kemenlu, Kemenakertrans, dan BNP2TKI masih memproses penyediaan uang diat hingga batas akhir yang ditetapkan pengadilan, yakni 14 Desember 2012 ini," ujar Jumhur.

Selanjutnya, seusai penyerahan diat, pengadilan akan meminta kehadiran pihak ahli waris sekaligus menyatakan penghentian hukuman qishash yang dihadapi Satinah. Ia mengatakan, Satinah ditetapkan sebagai pelaku pembunuhan terhadap majikan perempuannya, Nura al-Gharib, di wilayah Gaseem pada awal 2009. Selain itu, ia juga menghadapi tuduhan pencurian uang majikan sebesar 37.970 riyal Saudi (RS) sebelum melarikan diri ke KBRI.

Dalam pemeriksaan di hadapan polisi, Satinah mengakui perbuatannya untuk kemudian mengalami pemenjaraan di Gaseem sejak 2009. Jumhur menyebutkan, melalui vonis pengadilan syariah tingkat pertama hingga kasasi (2010), Satinah diganjar hukuman mati (qishash) karena terbukti melakukan pembunuhan berencana. Akibat putusan itu, KBRI meminta pihak Gubernur Gaseem memediasi langkah perdamaian di samping adanya pemaafan keluarga korban.

Namun, keluarga korban bersikukuh tak mau menerima upaya maaf serta perdamaian. Akhirnya, pada 8 Februari 2011, berkat fasilitasi yang intens dari Gubernur Gaseem, tercapai upaya pemaafan ataupun damai dengan menyepakati diat sebesar 500.000 RS (Rp 1,250 miliar) sebagai pengganti hukuman qishash.

Hanya saja, selang waktu tak lama, keluarga korban justru menaikkan besaran diat menjadi 10 juta RS atau Rp 25 miliar. Persoalan ini pun lantas melibatkan Satuan Tugas (Satgas) Penanganan WNI/TKI Terancam Hukuman Mati di Luar Negeri yang dipimpin Maftuh Basyumi, yang beberapa kali bertemu sejumlah pihak di Arab Saudi pada 2011 untuk tujuan penurunan angka pembayaran diat.

"Usaha-usaha untuk menurunkan uang diat ini pun tetap dilakukan dan mudah-mudahan semakin membawa hasil tanpa mengurangi kecermatan pemerintah memperhitungkan momentum akhir pembayaran diat," kata Jumhur.

Di lain pihak, pengadilan di Arab Saudi pada 2011 juga mengulang persidangan kasus Satinah mulai di tingkat pertama, mahkamah banding, hingga mahkamah tinggi dan kembali memutuskan Satinah dengan hukuman qishash. "Bedanya, putusan pengadilan yang kedua ini menyatakan tindakan pembunuhan Satinah dilakukan tidak dalam sebuah perencanaan," katanya.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com