Olmert menilai permintaan Palestina itu selaras dengan konsep dasar solusi dua negara dalam masalah Palestina-Israel.
”Saya meyakini permintaan Palestina ke PBB itu kongruen dengan konsep dasar solusi dua negara. Oleh karena itu, saya tak melihat alasan untuk menentangnya,” tulis Olmert dalam surat elektronik kepada Bernard Avishai, pengamat Israel dari Hebrew University of Jerusalem, yang kemudian menulis soal isi surel itu di koran daring The Daily Beast, Rabu (28/11).
Palestina tengah mengajukan proposal kepada Majelis Umum PBB untuk menaikkan statusnya dari sekadar sebagai entitas peninjau menjadi negara peninjau non-anggota.
Dengan status negara peninjau non-anggota, PBB secara implisit mengakui Palestina sebagai negara berdaulat. Palestina juga akan berhak bergabung dengan organ-organ PBB, mengajukan pinjaman dari Dana Moneter Internasional (IMF), dan mengajukan diri menjadi anggota Mahkamah Kriminal Internasional (ICC).
Peluang bergabung dengan ICC inilah yang ditakuti Israel karena Palestina bisa mengadukan Israel kepada ICC dengan tuduhan kejahatan perang.
Permintaan itu membutuhkan dukungan mayoritas dari 193 anggota PBB dan diperkirakan akan melaju mulus setelah sebagian besar anggota PBB, termasuk negara-negara anggota Uni Eropa, menyatakan akan mendukungnya.
Meski demikian, AS dan Israel terus melancarkan kampanye agresif untuk mencegah pemungutan suara di Majelis Umum PBB terkait permintaan Palestina itu.
AS bahkan mengirimkan Wakil Menteri Luar Negeri William Burns untuk menemui secara pribadi Presiden Palestina Mahmoud Abbas di New York, Rabu, guna membujuk dia membatalkan upayanya. Namun, Abbas menolak permintaan AS itu.
Olmert menilai sudah saatnya dunia memberikan dukungan kuat bagi Palestina.