Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Queensland, dari Skyrail hingga Balon Udara

Kompas.com - 14/11/2012, 12:22 WIB

PERTANYAAN sederhana ternyata sulit dijawab secara pendek. ”Menurut Anda, dari sekian banyak tempat yang Anda lihat, orang Indonesia akan paling suka yang mana?”

Begitu pertanyaan Tracy Farr dari Queensland Tourism ketika kami sedang berjalan di Kuranda Village, Cairns.

Siang itu kami baru saja mencicipi pemandangan di hutan dari atas skyrail sepanjang 7,5 kilometer. Bagi mereka yang senang akan suasana hijau, tempat ini pasti menarik. Tambah menarik jika menyimak kekayaan hayati serta koleksi burung dan kupu-kupu yang masih bisa dinikmati itu. ”Jika beruntung, Anda akan melihat kupu-kupu berwarna biru berkilat dalam perjalanan ini,” kata ranger pendamping kami. Dan benar, kupu-kupu yang sangat indah itu—ulysses—sempat tiga kali terlihat dalam perjalanan pergi dan pulang.

Pemandangan hijau hutan bagi kami yang datang dari negara kaya hutan sama sekali bukan sesuatu yang penuh kejutan. Namun, kapan lagi kami bisa menikmati hutan dari atas dengan kereta kabel yang berjalan tenang. Yang menarik justru kisah bagaimana kereta kabel dan stasiun-stasiunnya dibuat.

”Dibutuhkan waktu tujuh tahun untuk membangun karena pemerintah tak membolehkan ada pembukaan hutan untuk membangun ini semua. Demi alasan lingkungan, tidak boleh ada hutan yang dikorbankan. Alat-alat dan pekerja diturunkan dari helikopter,” kata ranger kami. Terbayang di benak kami betapa tak sederhananya proses pembangunan skyrail tersebut. Memasang pancang, menarik kabel, mendirikan stasiun pemberhentian.

Cairns adalah salah satu destinasi kami dalam perjalanan selama sepekan di Queensland, Australia. Sebagai pengundang, Queensland Tourism membawa kami ke berbagai tempat di Brisbane, Gold Coast, dan Cairns. ”Kami betul-betul kesulitan ketika harus membuat program hanya tiga hari di Gold Coast,” ujar Direktur Eksekutif Destinasi Leanne Coddington. ”Bukan apa-apa, terlalu banyak tempat menarik di sini, tiga hari sama sekali tak cukup,” begitu alasannya.

Kami datang menjelang musim panas. Saat mendarat di Brisbane, pohon-pohon jakaranda menebar pesona dengan bunga warna ungu yang lebat. Taman di tepi Sungai Brisbane membuat kami betah untuk bersantai sebelum kami dibawa berputar menyusuri sungai dengan kapal City Cat.

Balon udara

Mungkin karena sempitnya waktu, kami tak dibiarkan menyesuaikan waktu. Sebelum kami beristirahat, pemandu kami, Jane Hodges, sudah mewanti-wanti agar kami langsung tidur. ”Besok Anda akan dibangunkan pukul 03.15. Morning call kedua pukul 03.30 dan semua harus siap di lobi pukul 03.50,” pesan Jane Hodges sambil mengingatkan kami untuk mengenakan pakaian hangat yang ringan.

Udara sebenarnya tak terlalu dingin ketika mobil kami dan juga bus rombongan lain bergerak dari Palazzo Versace menuju tempat yang kami sendiri tidak tahu persisnya. (Oh ya, Palazzo Versace adalah satu dari dua hotel butik di dunia yang didesain oleh mendiang desainer Versace). Mata masih mengantuk. Jalan-jalan yang kami lalui masih sepi, dan rasanya titik yang akan kami tuju terasa cukup jauh.

Hodges sudah memarkir mobilnya. Kami kira, balon udara yang akan kami naiki ada di sekitar tempat parkir tersebut. Ternyata, kami masih harus naik minibus lagi. Pengemudi bus berseragam dril warna khaki menjelaskan tentang balon yang akan kami naiki dan aturan keselamatan.

Dalam waktu sekitar 20 menit, kami tiba di sebuah tanah lapang beralaskan rumput tebal. Dua balon raksasa dalam posisi masih di tanah terlihat sedang dipompa. Sebagai calon penumpang, kami sempat melihat kesibukan para awak yang tengah menyiapkan segala sesuatu sebelum balon diterbangkan. Bau gas sempat tercium dari tempat kami berdiri yang berjarak sekitar 30 meter. ”Besar balon ini sama dengan 415.000 bola basket,” kata Blake, ”pilot” balon udara.

Kotak rotan untuk tempat penumpang berdiri hanya berukuran sekitar enam meter persegi sehingga, kecuali kamera, kami tak boleh membawa tentengan apa pun. Berdiri agak berjejalan dalam dua kotak berisi total 20 orang, kami perlahan mulai mengangkasa. Gerakan balon sangat pelan, tanpa gejolak sehingga buat mereka yang punya gangguan mabuk udara dijamin tak akan mual.

Matahari pagi terlihat agak samar karena pagi itu cuaca sedikit berkabut. Kami melintasi bukit-bukit dalam ketinggian 3.000 hingga sekitar 6.000 kaki. Suasana benar-benar sangat rileks dan segar.

Namun, suara deru gas yang bersuhu 95 derajat celsius membatasi kami untuk bisa ngobrol sepanjang penerbangan. Sesekali Blake memutar sesuatu yang membuat suara berisik tiba-tiba berubah menjadi senyap. Rasanya nyaman sekali tanpa gangguan suara. Kami bisa menikmati pemandangan, sekaligus menikmati alam yang sunyi di tengah ladang luas yang hampir tanpa berpenghuni.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com