Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dunia Arab Bangkit pada 2013

Kompas.com - 12/11/2012, 02:25 WIB

Dubai, Minggu - Perekonomian di negara-negara kawasan Timur Tengah yang mengalami Musim Semi Arab, atau gelombang protes dan peperangan yang terjadi di dunia Arab mulai Desember 2010, akan membaik perlahan tahun depan.

Meski demikian, negara-negara yang mengalami Musim Semi Arab itu masih harus berjuang mengatasi tingginya inflasi dan kenaikan tingkat pengangguran akibat melemahnya perekonomian global.

Demikian laporan Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund/IMF) yang dipublikasikan pada Minggu (11/11).

Akibat Musim Semi Arab, kekuatan massa telah menjatuhkan para pemimpin di Tunisia, Mesir, Libya, dan Yaman. Gelombang protes juga terjadi di Bahrain, Suriah, Irak, Jordania, Kuwait, Maroko, dan Sudan.

Dalam laporan yang diterbitkan dua kali dalam satu tahun untuk kawasan Timur Tengah dan Afrika Utara itu, IMF menyatakan bahwa stabilitas politik dapat memicu pertumbuhan ekonomi di Mesir, Jordania, Maroko, Tunisia, dan Yaman pada tahun 2013.

Akan tetapi, lemahnya permintaan dari Eropa dan kawasan lain masih akan membebani pertumbuhan ekonomi di negara-negara Musim Semi Arab lainnya. Di banyak negara, permintaan ekspor masih lemah dan belum terlihat bangkit lagi.

”Pertumbuhan ekonomi dipekirakan akan tetap berada di bawah tren jangka panjang. Tingkat pengangguran diperkirakan tetap meningkat karena masih rendah nya permintaan eksternal, tingginya harga pangan dan harga komoditas, tensi politik di kawasan serta masih belum jelasnya kebijakan yang diambil,” ungkap laporan IMF tersebut.

IMF memperkirakan produk domestik bruto (PDB) dari negara-negara dalam kelompok tersebut, kecuali Libya, akan tumbuh sebesar 3,6 persen tahun depan.

PDB ini meningkat dari 2 persen pada tahun ini dan 1,2 persen pada 2011. Sebelum terjadinya gelombang protes tersebut, PDB di negara-negara itu mencapai 4,7 persen.

Pelemahan mata uang

Karena melemahnya pertumbuhan global, neraca perdagangan negara-negara tersebut hanya akan meningkat sedikit tahun depan. Defisit mereka tahun depan diperkirakan turun menjadi 4,6 persen dari PDB. Tahun ini, defisit mereka sebesar 5,4 persen dari PDB.

Hal ini menunjukkan negara-negara tersebut harus membuat nilai tukar mereka lebih fleksibel lagi. Dengan kata lain, mereka harus membiarkan mata uang mereka melemah demi menstimulasi ekspor.

Sayangnya, dalam laporan ini tak disebutkan negara mana saja secara spesifik yang harus menurunkan kurs mata uangnya.

Melemahnya mata uang akan meningkatkan laju inflasi. IMF memperkirakan inflasi akan naik hingga mencapai 8,6 persen pada tahun depan.

Inflasi ini merupakan level tertinggi sejak 2008. Sementara inflasi tahun ini diperkirakan sebesar 7,8 persen.

Khusus untuk di Mesir dan Maroko, inflasi diperkirakan meningkat pesat karena mereka berupaya membatasi defisit anggaran yang cukup besar.

Tumbuh paling besar

Sementara itu Libya yang kaya minyak akan bertumbuh paling cepat. Hasil produksi minyak akan kembali ke level sebelum terjadinya perang saudara.

Pemulihan ini lebih cepat ketimbang perkiraan sebelumnya. PDB Libya tahun lalu terkontraksi hingga 60 persen, tetapi tahun ini diperkirakan naik hingga 122 persen.

Tahun 2013, IMF memperkirakan PDB Libya akan melaju sebesar 17 persen. Rata-rata pertumbuhan antara tahun 2014 dan 2017 sebesar 7 persen per tahun.

IMF juga memperkirakan surplus anggaran Libya mencapai 19 persen dari PDB tahun 2012 dengan surplus neraca berjalan sebesar 22 persen.

Inflasi Libya naik hingga 16 persen tahun lalu akibat rusaknya pabrik dan sistem transportasi pada masa perang saudara.

Akan tetapi, IMF memperkirakan inflasi turun menjadi 10 persen tahun ini seiring dengan semakin normalnya bisnis.

Bahkan, pada tahun depan, inflasi Libya akan terus turun menjadi 1 persen. (Reuters/joe)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com