JAKARTA, KOMPAS -
Draf Nol usulan Indonesia itu sebelumnya diajukan dalam pertemuan antarmenteri luar negeri se-ASEAN di sela-sela Sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa di New York, Amerika Serikat, bulan lalu.
Hal itu disampaikan Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa saat dihubungi per telepon ketika tengah melayat ke Phnom Penh, Kamboja, untuk menyampaikan dukacita atas wafatnya mantan Raja Norodom Sihanouk.
”Tadi juga digelar pertemuan bilateral dengan Menteri Luar Negeri (Kamboja) Hor Namhong, salah satunya membahas persiapan KTT ASEAN, 15-20 November. Pada prinsipnya tak ada satu pun negara anggota ASEAN ingin kejadian Juli terulang lagi,” ujar Marty.
Seperti diwartakan, dalam pertemuan antar-menlu ASEAN (AMM) ke-45, Juli lalu, ASEAN gagal menghasilkan komunike bersama untuk pertama kalinya dalam sejarah organisasi itu.
Kebuntuan dipicu silang
”Jadi, sekarang kami mencoba cari tahu tanggapan awal seluruh negara anggota soal Draf Nol tadi. Namun, sampai sekarang memang belum ada yang menolak,” ujar Marty.
Lebih lanjut Marty mengingatkan semua pihak tidak memandang COC sebagai sesuatu yang rumit, riskan, dan membutuhkan waktu lama untuk mewujudkan.
Mengacu pada salah satu usulan di Draf Nol terkait penetapan saluran telepon langsung
”Semua tanggapan saya peroleh, baik dari pertemuan kelompok maupun bilateral, seperti dalam dua hari ini saya akan bertemu dengan Menlu Malaysia dan Singapura,” ujar Marty.
Rencananya pertemuan itu digelar pada 23-24 Oktober di Yogyakarta, antara Marty dengan Menlu Malaysia Dato' Sri Anifah bin Haji Aman dan Menlu Singapura K Shanmugam dalam kerangka pertemuan Komisi Bersama Kerja Sama Bilateral.
”Saya akan minta tanggapan langsung mereka nanti. Dalam KTT ASEAN, para menlu akan menyampaikan proses pembahasan COC ke para pemimpin negara untuk kemudian mendapatkan pengesahan dari mereka,” ujar Marty.
Marty mengakui akan adanya sikap ”ultra-sensitif” yang bakal ditunjukkan setiap negara terkait upaya menyelesaikan sengketa di Laut China Selatan.
Hal itu terutama karena persoalan tersebut memang terkait langsung dengan kepentingan nasional inti (core national interest) masing-masing di perairan itu, terutama antarnegara pengklaim yang berstatus anggota ASEAN dan juga China.
”Pasti mereka tidak ada yang mau aturan (COC) itu mengganggu kepentingan mereka. Namun, kami juga yakin setiap negara pasti berkepentingan menghindari terjadinya insiden yang terus-menerus,” tambah Marty.
Sementara itu, dari salinan Draf Nol COC yang Kompas peroleh, dalam salah satu ketentuan pelaksanaannya disebut semua pihak harus secara ketat mematuhi upaya mendorong rasa saling percaya dan pencegahan insiden.
Caranya dengan bersama-sama menahan diri tidak menggelar latihan dan pengawasan militer atau aksi provokatif lain, mendirikan bangunan baru di pulau sengketa, atau melakukan sesuatu yang mengancam keselamatan navigasi.