Majelis Nasional dengan didukung 126 anggota dari 186 anggota yang hadir dalam sidang khusus, 8 Oktober lalu, menolak memberi pengesahan terhadap pemerintahan Shaghur.
Parlemen saat itu menuduh Shaghur gagal membentuk pemerintah persatuan nasional. Sebaliknya, Shaghur menuduh kekuatan-kekuatan politik melakukan tindakan provokatif seraya menegaskan menolak politik transaksi dan tekanan.
JCP sendiri mengklaim telah memberi konsesi dengan melepaskan jatah beberapa jabatan menteri untuk diberikan kepada NFA agar NFA bersedia bergabung dalam pemerintahan PM Shaghur.
Di tengah kebuntuan itu, Majelis Nasional akhirnya kembali menggelar pemungutan suara untuk memilih perdana menteri baru.
Terpilihnya Zaidan sebagai PM Libya itu bisa disebut sebagai kemenangan NFA dalam pertarungan dengan JCP. Zaidan adalah mantan diplomat yang menjadi oposan Khadafy selama 35 tahun terakhir ini.
Namun, Zaidan menolak tuduhan sejumlah kekuatan politik, termasuk JCP, tentang keterkaitannya dengan partai politik mana pun, termasuk NFA. Ia bersumpah tak pernah menjadi anggota NFA dan berkeras dirinya independen. Ia juga berjanji membentuk pemerintahan persatuan nasional yang melibatkan semua kekuatan politik.