Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KPK dan Kekuatan Rakyat di Twitter

Kompas.com - 11/10/2012, 10:26 WIB
Syafiq Basri Assegaff

Media sosial kini makin diperhitungkan. Ramainya perbincangan soal Komisi Pemberantasan Korupsi di media sosial, seperti Facebook dan Twitter, berhasil menarik perhatian presiden, yang rupanya cepat menyadari bahwa makin banyak orang geram pada upaya yang dianggap akan melemahkan KPK.

Riuhnya kicau (tweet) di Twittersphere, misalnya, menunjukkan adanya kekompakan rakyat untuk membangun kekuatan bersama. Tak kalah seru dibandingkan aksi demo di jalan atau di depan Gedung KPK, di media sosial itu rakyat ”memberontak” menjadi pembela KPK.

Kicau pengguna Twitter di Indonesia, yang kini diperkirakan berjumlah 28 jutaan orang, saling bersambut. Ada kicau murni dari akun yang jelas. Ada pula tweet dari akun palsu yang mengatasnamakan Ketua KPK Abraham Samad. Dengan sekitar 28.000 pengikut (follower), akun @SamadAbraham terang-terangan menuduh Presiden SBY korup. Ternyata itu bohong. ”Tidak benar Ketua KPK pernah menyatakan menyerang Presiden. Ketua KPK tak punya Twitter,” kata Juru Bicara KPK Johan Budi.

Yang menarik, ada pula akun anonim yang sangat getol memprovokasi dan mengkritik keras lembaga KPK dan Abraham Samad. Akun itu milik TrioMacan2000, yang mengantongi sekitar 141.000 pengikut.

Popularitas TrioMacan2000 itu mungkin sekali karena ia terus-menerus melancarkan ”kuliah Twitter” soal korupsi, KPK, dan sebagainya sambil menuduh sederetan tokoh nasional terlibat mafia korupsi. Selasa, 9 Oktober 2012, ia juga mengkritik pidato Presiden pada malam sebelumnya.

Namun, banyak yang menganggap TrioMacan2000 pembohong. Sebuah akun dengan nama @kurawa menuding bahwa TrioMacan2000 dibayar sponsor tertentu. Sementara akun dengan nama @Foke_kumis mengatakan bahwa TrioMacan2000 adalah ”pemeras dan penyebar fitnah”.

Entah mana yang benar. Yang jelas, banyak akun di media sosial dengan ribuan pengikut berhasil muncul sebagai sebuah ”media” sendiri. Sayangnya, tak semua media bisa dipercaya dan menjunjung etika jurnalisme. Jumlah pengikut di media sosial memang sesuatu yang penting agar seseorang diperhitungkan orang lain. Di Twitter, misalnya, Anda butuh sekitar 20.000 pengikut sebelum orang ”melihat” Anda.

Untunglah di Indonesia kita punya beberapa tokoh antikorupsi dengan banyak pengikut. Contohnya adalah Anies Baswedan (dengan 148.000 pengikut), Fadjroel Rachman (115.000 pengikut), dan Teten Masduki (29.000 pengikut). Akun @KPK_RI sendiri pada Selasa lalu meraih sekitar 122.000 pengikut, melonjak dari dua hari sebelumnya yang 106.368 pengikut.

Namun, masalahnya tak semua follower di Twitter merupakan pengikut murni (genuine). Ada yang memperkirakan 80 juta (16 persen) dari 530 jutaan pengguna Twitter di dunia tak punya pengikut, tanpa teman, dan tak pernah ngetweet. Demikian pula halnya dengan keaslian akun. Sebagaimana ditulis The Observer (26/8), banyak akun Twitter yang diikuti follower yang tak eksis atau palsu. Akun Lady Gaga, misalnya, di Twitter memiliki 30 jutaan pengikut, padahal hanya 29 persen yang merupakan akun murni (good followers).

”Pass-along effect”

Meski pengikut Anda seluruhnya murni, akun Anda baru benar-benar efektif bila terjadi dialog antara Anda dan para pengikut itu. Sebab, lewat komunikasi secara interaktif (dua arah) dengan mereka itulah Anda bisa ”memanusiakan” sebuah akun di sharing media itu. Dialog juga penting untuk saling menjelaskan dan membuktikan bahwa Anda adalah ”seseorang” yang nyata, bertanggung jawab, dan bisa dipercaya.

Fungsi Twitter pun, sebagai salah satu jenis media sosial yang kian populer, sangat beragam. Ketika ramai Musim Semi Arab pada awal 2011, akun Twitter berhasil membantu para demonstran di Tunisia dan Mesir untuk menggerakkan massa secara cepat dan luas di seluruh negeri. Pengerahan massa antipenguasa itu jadi lebih mudah berhubung orang ”bisa tahu secara cepat” bahwa ada sekian ribu ”teman” lain yang punya kebencian sama terhadap sang diktator yang berkuasa—suatu hal yang sulit diperoleh beberapa tahun lampau.

Landasan manfaat media sosial itu tak lain adalah berkat adanya dampak pemberlanjutan (pass-along effect) sebuah berita atau pesan ke sesama pengguna yang saling terhubung satu sama lain (interconnected).

Sebagai ”pembuat” sekaligus ”pemakai” berita—dan bukan lagi sekadar ”pembaca” berita—kita kini bisa sekaligus menjadi bagian integral evolusi berita yang ada berkat cepat dan luasnya dampak pemberlanjutan berita itu. Dampak itu kian terasa karena kebanyakan pengikut di Twitter merupakan orang-orang yang antusias dan pembaca yang loyal.

Bila penggunanya adalah wartawan sebuah media, misalnya, akun mereka di jejaring sosial itu otomatis membantu media tempat mereka bekerja untuk melipatgandakan audiens di internet. Berkat kemudahan baru dalam bidang ”distribusi” produk berita —yang dulu hanya dikerjakan oleh tenaga pemasar—itu, sekarang ini media bisa meningkatkan nilainya di mata pembaca dan pemasang iklan.

Halaman:
Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Jokowi Tak Diundang ke Rakernas PDI-P, Pengamat: Hubungan Sudah “Game Over”

    Jokowi Tak Diundang ke Rakernas PDI-P, Pengamat: Hubungan Sudah “Game Over”

    Nasional
    Jokowi Tak Diundang Rakernas PDI-P, Pengamat: Sulit Disatukan Kembali

    Jokowi Tak Diundang Rakernas PDI-P, Pengamat: Sulit Disatukan Kembali

    Nasional
    UKT Mahal, Komisi X Minta Dana Pendidikan Juga Dialokasikan untuk Ringankan Beban Mahasiswa

    UKT Mahal, Komisi X Minta Dana Pendidikan Juga Dialokasikan untuk Ringankan Beban Mahasiswa

    Nasional
    Jokowi Ingin TNI Pakai 'Drone', Guru Besar UI Sebut Indonesia Bisa Kembangkan 'Drone AI'

    Jokowi Ingin TNI Pakai "Drone", Guru Besar UI Sebut Indonesia Bisa Kembangkan "Drone AI"

    Nasional
    Komisi X DPR RI Bakal Panggil Nadiem Makarim Imbas Kenaikan UKT

    Komisi X DPR RI Bakal Panggil Nadiem Makarim Imbas Kenaikan UKT

    Nasional
    Jawab Kebutuhan dan Tantangan Bisnis, Pertamina Luncurkan Competency Development Program

    Jawab Kebutuhan dan Tantangan Bisnis, Pertamina Luncurkan Competency Development Program

    Nasional
    Kemenag: Jemaah Haji Tanpa Visa Resmi Terancam Denda 10.000 Real hingga Dideportasi

    Kemenag: Jemaah Haji Tanpa Visa Resmi Terancam Denda 10.000 Real hingga Dideportasi

    Nasional
    Hari Ke-6 Pemberangkatan Haji, 41.189 Jemaah Asal Indonesia Tiba di Madinah

    Hari Ke-6 Pemberangkatan Haji, 41.189 Jemaah Asal Indonesia Tiba di Madinah

    Nasional
    UKT Naik Bukan Sekadar karena Status PTNBH, Pengamat: Tanggung Jawab Pemerintah Memang Minim

    UKT Naik Bukan Sekadar karena Status PTNBH, Pengamat: Tanggung Jawab Pemerintah Memang Minim

    Nasional
    Di APEC, Mendag Zulhas Ajak Jepang Perkuat Industri Mobil Listrik di Indonesia

    Di APEC, Mendag Zulhas Ajak Jepang Perkuat Industri Mobil Listrik di Indonesia

    Nasional
    Biaya UKT Naik, Pengamat Singgung Bantuan Pendidikan Tinggi Lebih Kecil dari Bansos

    Biaya UKT Naik, Pengamat Singgung Bantuan Pendidikan Tinggi Lebih Kecil dari Bansos

    Nasional
    Penuhi Kebutuhan Daging Sapi Nasional, Mendag Zulhas Dorong Kerja Sama dengan Selandia Baru

    Penuhi Kebutuhan Daging Sapi Nasional, Mendag Zulhas Dorong Kerja Sama dengan Selandia Baru

    Nasional
    UKT Naik, Pengamat: Jangan Sampai Mahasiswa Demo di Mana-mana, Pemerintah Diam Saja

    UKT Naik, Pengamat: Jangan Sampai Mahasiswa Demo di Mana-mana, Pemerintah Diam Saja

    Nasional
    Profil Mayjen Dian Andriani, Jenderal Bintang 2 Perempuan Pertama TNI AD

    Profil Mayjen Dian Andriani, Jenderal Bintang 2 Perempuan Pertama TNI AD

    Nasional
    Status Gunung Ibu di Halmahera Meningkat, Warga Dilarang Beraktivitas hingga Radius 7 Kilometer

    Status Gunung Ibu di Halmahera Meningkat, Warga Dilarang Beraktivitas hingga Radius 7 Kilometer

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com