Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Berebut Wilayah demi Isi Perut

Kompas.com - 05/10/2012, 08:42 WIB

Kendala lain, ujar Riza, adalah nelayan kecil Indonesia yang tak mampu membekali dengan peralatan yang bisa digunakan untuk menangkap ikan di laut dalam, seperti di Laut China Selatan.

”Nelayan kita hanya menggunakan pancing, sedangkan kapal-kapal ikan yang sebenarnya dimiliki pemilik modal asing—hanya izinnya dikuasai pengusaha Indonesia— menggunakan peralatan pukat atau jaring dasar yang bisa menangkap semua ikan, termasuk ikan induknya. Belum lagi melawan pencurian ikan oleh kapal-kapal asing karena terbatasnya armada kapal nelayan dan patroli keamanan kita,” ujar Riza.

Abu Samah, nelayan di Pulau Bengkalis, Provinsi Kepulauan Riau, yang berbatasan dengan Laut China Selatan, Kamis (6/10) pagi, mengaku menghadapi kendala peralatan untuk menangkap ikan di laut dalam.

Akibatnya, hasil tangkapan ikannya semakin menurun hampir 10 tahun terakhir ini. ”Semalam saya hanya bawa uang pulang Rp 70.000 setelah melaut dari jam 07.00 pagi. Sisa uang itu hasil bersih setelah hasil tangkapan ikan seharian dipotong dengan uang minyak (solar), makan dan minum selama melaut. Bagaimana bisa hidup dengan uang Rp 70.000 sehari,” ujarnya.

Kemarahan Abu Samah memuncak saat bercerita tengah ”berperang” menghadapi pencurian ikan dan ketidakkonsistenan aparat keamanan di laut terhadap penggunaan pukat dan jaring dasar yang digunakan kapal-kapal besar mencari ikan meskipun hal itu sudah dilarang oleh Gubernur Kepulauan Riau.

”Kami ingin pemerintah bertindak dan menegakkan hukum di laut. Jangan kami selalu jadi korban dan kehilangan kesabaran seperti konflik dengan pengusaha perikanan beberapa tahun lalu,” kata Abu Samah yang juga Ketua Himpunan Nelayan Kecamatan Bantang, Kepulauan Bengkalis, dengan 2.000 nelayan sebagai anggotanya.

Sangat bisa dimengerti jika wilayah laut kerap menjadi bahan rebutan. Maklum, isi di dalamnya menggiurkan, sekurangnya untuk mengisi perut sendiri dan keluarga.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com