addis ababa, senin -
Sengketa perbatasan ini, yang dipicu rebutan wilayah kaya minyak, telah menyebabkan perang berkepanjangan dan pecahnya Sudan setelah Sudan Selatan merdeka tahun lalu. Dialog perdamaian telah dirintis sejak beberapa bulan setelah kemerdekaan Sudan Selatan, Juli 2011.
Bashir dan Kiir bertemu selama dua jam guna merumuskan jalan damai dan mengakhiri konflik. Dialog dilakukan setelah ada tekanan internasional atas kedua negara. Meski sudah ada banyak kemajuan, banyak perbedaan tajam yang masih tersisa.
”Masih ada banyak perbedaan, tetapi tim sedang bekerja untuk mempersempit kesenjangan itu,” kata Atif Kiir, juru bicara delegasi Sudan Selatan, di sela-sela pertemuan Bashir dan Kiir yang dimediasi juru runding dari Uni Afrika. ”Kami masih berharap akan ada kesepakatan-kesepakatan baru,” katanya.
Pertemuan kedua presiden itu berakhir Minggu tengah malam tanpa ada satu rumusan akhir. Namun, mereka berdua terlihat masih berbincang singkat seusai pertemuan. Dialog dilanjutkan lagi hari Senin (24/9) dipandu Perdana Menteri Etiopia Hailemariam Desalegn.
Isu-isu kunci di dalam pertemuan itu termasuk soal kepemilikan wilayah yang diperebutkan di sepanjang perbatasan, terutama di cekungan Abyei yang kaya minyak, dan pengaturan zona demiliterisasi perbatasan setelah pertikaian berdarah hingga awal tahun ini. Mereka juga masih berbeda pendapat dalam mengelola zona penyangga di Kordofan dan Nil Biru.
Beberapa kali pertemuan sebelumnya telah gagal menemukan solusi terkait masalah itu. Meski demikian, Bashir dan Kiir mengatakan, mereka sekarang lebih optimistis mengingat adanya ancaman sanksi Dewan Keamanan PBB. Mereka tetap berusaha mencari jalan damai guna menghindari sanksi internasional.
Kesepakatan atas masalah yang ada akan membuat ekspor minyak bisa hidup lagi. Khartoum (Sudan) dan Juba (Sudan Selatan) sebenarnya telah sepakat, Agustus lalu, terkait hal itu. Namun Khartoum bersikeras harus ada kesepakatan terkait keamanan terlebih dulu. Hal itu tidak disepakati keduanya hingga pembicaraan terbaru ini.
Konflik muncul lagi Januari lalu saat Juba menutup ladang minyaknya di perbatasan, dipicu pengenaan biaya transit minyak oleh Khartoum. Sejak saat itu, Juba, yang 98 persen pendapatan ekonominya bergantung pada minyak, bersumpah tak kan memproduksi lagi sampai kesepakatan terjadi.