Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Benghazi Kembali Membara

Kompas.com - 23/09/2012, 02:38 WIB

Benghazi, Sabtu - Sedikitnya 10 orang tewas, enam di antaranya anggota pasukan keamanan Libya, dalam gelombang kekerasan massa yang kembali terjadi di Benghazi, Sabtu (22/9) dini hari. Puluhan ribu demonstran turun ke jalan untuk memprotes berbagai kelompok milisi di kota itu.

Massa pada awalnya hanya mendatangi markas Brigade Ansar al-Sharia di pusat kota Benghazi. Brigade tersebut beranggotakan milisi radikal yang dituduh terlibat dalam penyerangan kantor Konsulat Amerika Serikat di kota itu pekan lalu.

Kelompok tersebut membantah tuduhan itu. Empat warga AS, termasuk Duta Besar AS untuk Libya Christopher Stevens, tewas dalam serangan pada 11 September itu.

Para demonstran membawa berbagai poster dan spanduk yang, antara lain, berbunyi ”Libya Kehilangan Kawan” dan ”Kami Ingin Keadilan bagi Stevens”. Mendekati markas brigade tersebut, ratusan pemrotes mulai mengayun-ayunkan pedang dan golok yang mereka bawa sambil berteriak ”Libya, Libya!” dan ”Tak ada lagi Al Qaeda.”

”Setelah yang terjadi pada Konsulat AS, rakyat Benghazi jadi muak dengan para ekstremis. Mereka tidak mau mematuhi tentara,” tutur demonstran bernama Hassan Ahmed.

Adusalam al-Tarhouni, pegawai negeri yang turut dalam gelombang pertama demonstran yang tiba di markas brigade tersebut, mengatakan, para milisi Ansar al-Sharia sempat menghadang para demonstran. Beberapa dari mereka melepaskan tembakan ke udara dan ke arah demonstran. Menurut Tarhouni, dua pemrotes tertembak di bagian kaki.

Namun, perlawanan itu tidak berlangsung lama. Melihat demonstran yang datang begitu banyak, para milisi itu memilih lari menyelamatkan diri. Belakangan, juru bicara Ansar al-Sharia, Yousef al-Jehani, mengaku bahwa mereka sengaja menyerahkan markas mereka kepada rakyat Benghazi demi keamanan kota tersebut.

”Kami menghormati pandangan rakyat Benghazi. Untuk memelihara keamanan di kota itu, kami mengosongkan markas,” ujar Jehani.

Massa pun kemudian membakar gedung markas itu. Sebelum membakar gedung, massa membebaskan empat orang yang ditahan di ruang bawah tanah bangunan tersebut.

Terkesan dikoordinasi

Kantor berita Reuters menyebutkan, serangan massa itu terkesan telah dikoordinasi oleh polisi, tentara, dan para aktivis di Benghazi. Gerakan massa seperti tak terhalang meski helikopter dan pesawat tempur militer terbang berputar-putar di wilayah udara Benghazi. Bahkan, polisi juga terlihat berbaur dengan para demonstran.

Akan tetapi, gerakan massa tak berhenti setelah membakar markas Ansar al-Sharia. Mereka terus bergerak ke markas milisi-milisi lain yang beranggotakan para eks pemberontak antirezim Moammar Khadafy dalam revolusi Libya tahun lalu.

Markas-markas milisi yang telah menyatakan tunduk kepada pemerintah pusat Libya turut menjadi sasaran kemarahan. Sekitar 70 demonstran merebut markas Brigade Martir Abu Salim, sementara ratusan pemrotes lain mengusir para milisi dari empat bangunan publik.

Massa, yang sebagian membawa senjata api dan roket peluncur granat (RPG), kemudian menyerbu markas Brigade Rafallah al-Sahati di pinggir Benghazi.

Berbeda dengan di markas Ansar al-Sharia, para milisi Rafallah al-Sahati yang berada di bawah kendali Kementerian Pertahanan membalas serangan para demonstran. Selama dua jam, pertempuran sengit terjadi, menewaskan empat orang.

Menurut Ahmed Faraj, salah satu anggota Rafallah al-Sahati, para pemrotes itu datang tidak untuk mengusir para milisi, tetapi hendak menjarah gudang senjata yang mereka lindungi. ”Kami adalah bagian dari Kementerian Pertahanan. Kami ikut bertempur saat revolusi. Kami tak bisa pergi begitu saja dan menyerahkan senjata-senjata berat kepada segerombolan pemabuk dan kriminal,” ujarnya.

Jejak darah yang ditemukan di dekat dua mobil di dekat markas Rafallah al-Sahati membawa polisi menemukan enam jenazah korban lainnya. Menurut petugas medis yang memeriksa enam jenazah tersebut, mereka semua adalah polisi dan tentara. Korban tewas karena dieksekusi dengan cara ditembak di bagian kepala dan dada.

Berawal damai

Secara keseluruhan, sekitar 70 orang terluka dalam gelombang kekerasan yang berawal dari demonstrasi besar-besaran setelah shalat Jumat sehari sebelumnya. Demonstrasi berjudul ”Selamatkan Benghazi” itu awalnya berlangsung damai dan diikuti tak kurang dari 30.000 orang.

Mereka menuntut pemerintah membubarkan kelompok-kelompok milisi bersenjata yang menolak menyerahkan senjata mereka atau bergabung secara resmi ke angkatan bersenjata Libya.

Keberadaan milisi-milisi bersenjata itu menjadi dilema yang dihadapi pemerintahan baru di Libya setelah rezim Khadafy digulingkan tahun lalu.

Mereka dulunya merupakan bagian dari pasukan pemberontak yang bertempur melawan pasukan Khadafy, tetapi kemudian tidak membubarkan diri setelah revolusi selesai. Mereka masih memegang senjata berat, seperti meriam anti-serangan udara dan RPG, dan lebih kuat daripada pasukan resmi pemerintah.

Meski bukan aparat keamanan resmi negara, pemerintah membutuhkan mereka untuk mengendalikan keamanan. Sebagian dari mereka, seperti Rafallah al-Sahati, Brigade 17 Februari, dan Tameng Libya, menyatakan mendukung pemerintah dan bahkan menerima gaji resmi.

Namun, sebagian lagi memilih haluan yang lebih radikal dan secara terbuka menentang pemerintahan demokratis dan bahkan dunia Barat.

Setelah insiden penyerangan tersebut, Presiden Kongres Nasional Libya Mohammed al-Megarif menyerukan kepada para demonstran agar bisa membedakan antara milisi yang ”legal” dan ”ilegal”.(AFP/Reuters/AP/DHF)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com