Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hidup Liat dengan Barang Rongsokan

Kompas.com - 07/09/2012, 04:41 WIB

Walau barang bekas, proses transaksi di Mall Rongsok berlangsung cepat. Saking cepatnya, pembeli bisa kehilangan kesempatan mendapatkan barang bagus dan murah. Contohnya, seorang warga menjual wastafel dari bahan logam pukul 14.00. Belum sempat barang itu dimasukkan ke ruang pajang, sudah ada dua orang yang menawar. Akhirnya barang itu laku pukul 15.00, satu jam setelah orang menjualnya ke Mall Rongsok.

Di mal ini tersedia sedikitnya 5.000 jenis barang bekas yang terbagi dalam lima kelompok: televisi, komputer, perangkat sepeda motor, perangkat mobil, dan perlengkapan rumah tangga. Namun, di luar kelompok besar itu juga ada peralatan medis, kamera, alat musik, dan alat olahraga.

Selain Mall Rongsok, usahanya yang terus berkembang adalah mal kayu, mal motor, dan mal mobil. Mal kayu menjual dan membeli segala jenis kayu bekas, begitu pun dengan mal motor dan mal mobil yang baru dibukanya setiap hari mulai pukul 08.00 sampai pukul 18.00.

Modal pinjaman

Hanya segelintir orang yang tahu bahwa kegemilangannya mengelola barang bekas diawali dengan modal Rp 100.000, pinjaman dari temannya bernama Bejo, tahun 2000. Dia memanfaatkan uang pinjaman itu untuk menyewa tempat servis televisi. Setelah mengumpulkan tabungan Rp 10 juta, satu setengah tahun kemudian dia merintis usaha baru. Uang itu dipakai menyewa lahan seluas dua hektar di Kecamatan Beji untuk membuka pasar tradisional.

Hanya berselang enam bulan, dia meninggalkan usaha ini karena respons warga minim. Dia kembali membuka servis televisi tahun 2002 dari sisa modal usaha buka pasar, sambil memulai usaha mengumpulkan barang bekas. Bersamaan dengan itu dia juga membuka usaha warung telekomunikasi atau wartel.

Menjalankan usaha barang bekas bukan tanpa risiko. Empat tahun lalu dia harus berurusan dengan polisi gara-gara membeli sepeda motor yang ternyata bermasalah. Polisi menuduhnya sebagai penadah barang curian. ”Itu pelajaran, saya tak mengira berhadapan dengan hukum,” katanya.

Seperti halnya Sidney Sheldon, penulis Amerika Serikat itu, Nurcholis tidak pernah lelah mencoba hal baru. Sidney pernah menjadi tukang sobek karcis bioskop, lalu terkenal sebagai seorang penulis dan sutradara. Nurcholis selalu mencoba hal baru selama itu membuka peluang hidup. Dia tidak yakin mengelola barang bekas akan terus dilakukan sampai akhir dari perjalanan hidupnya.

Semua pencapaian hidupnya saat ini tidak lepas dari sosok sang ayah, almarhum Abdul Gani. Sejak hidup di Jember, lalu pindah ke Lumajang, hingga kemudian merantau Kota Depok tahun 1975, Gani tidak lelah mencari peluang hidup. Berganti-ganti pekerjaan dan juga pernah mengelola barang bekas. ”Dia idola saya, saya banyak belajar dari dia, termasuk mengelola barang bekas ini,” katanya.

Maka, sejak tahun 1985, ketika dia mengawali pekerjaan dengan menjadi penjaga kios rokok, dia yakin itu bukan akhir jalan hidupnya. Tahun 1988 dia bekerja di Apotek Beji, Kota Depok. Lima tahun kemudian dia berhenti, dan membuka usaha bengkel sepeda motor. Berselang setahun dia membuka bengkel mobil, lalu membuka studio musik pada tahun 1995. Petualangannya ke mana-mana hingga kemudian membuka usaha servis telepon seluler pada tahun 1996.

Memasuki saat sulit, pada tahun 1997, dia mulai bangkrut. Dia banting setir dengan membuka warung nasi, tapi usaha ini hanya berjalan enam bulan. Karena tidak ingin menganggur, dia kemudian berjualan stiker di Jalan Sudirman, Jakarta. Hampir bersamaan dengan itu, dia juga berdagang permen, sampo, dan makanan ringan untuk menyambung hidup.

”Saya terinspirasi oleh nasihat kawan, seharusnya manusia dapat mengerjakan banyak hal untuk bertahan hidup,” katanya. Sebuah perjalanan panjang hingga menjadi seperti sekarang. Namun, kondisi itu bisa saja berubah sewaktu-waktu.

(Andy Riza Hidayat)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Terpopuler

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com