BEIJING, KOMPAS.com — Tidak kurang dari 26 buruh tambang tewas dan 21 lainnya masih terperangkap setelah terjadi ledakan di sebuah tambang batubara di barat daya China. Kantor berita Xinhua, Kamis (30/8/2012), memberitakan, sebanyak 107 orang lainnya berhasil diselamatkan.
Kecelakaan yang terjadi Kamis itu merupakan yang terburuk setelah kejadian serupa, November tahun lalu. Ketika itu, 35 orang tewas setelah terjadi ledakan di sebuah tambang di provinsi Yunnan.
Meski demikian, Pemerintah China mengungkapkan bahwa jumlah korban tewas di tambang tahun ini berkurang. Tercatat 1.973 buruh tambang tewas tahun 2011, dibandingkan 2.433 yang tewas pada tahun 2010. Tahun 2009 lebih parah lagi, jumlah korban tewas di tambang mencapai 2.631 jiwa.
Aksi penyelamatan di tambang batubara Xiaojiawan di provinsi Sichuan itu berlangsung alot, meskipun aparat berhasil menyelamatkan 107 jiwa. Hari itu, ada 154 petambang yang tengah bekerja di bawah tanah.
Suhu panas di bawah tambang yang bisa mencapai 90 derajat celsius menjadi salah satu penghambat aksi penyelamatan. Juga banyaknya kadar gas beracun karbon monoksida yang mematikan di bawah tambang.
Konsentrasi karbon monoksida sangat pekat di tempat para petambang terperangkap setelah ledakan. Hanya tim penyelamat yang memakai masker yang bisa memasuki tempat tersebut, tulis kantor berita Xinhua.
Tambang batubara yang meledak itu tercatat sebagai milik Zhengjin Industry and Trade Co. Polisi telah menahan pemilik tambang dan menginterogasinya.
Menurut kelompok hak-hak asasi buruh China, jumlah korban kecelakaan tambang di Sichuan kali ini bisa mencapai angka lebih tinggi lagi. Hal ini bisa terjadi, menurut kelompok HAM ini, karena bos-bos pemilik tambang memang terbiasa mengecilkan laporan kecelakaan demi mengejar keuntungan lebih banyak lagi.
China merupakan konsumen batubara terbesar dunia. Mereka mengandalkan pemakaian bahan bakar itu untuk memenuhi sekitar 70 persen kebutuhan energi batubara mereka, yang dari hari ke hari terus meningkat.