Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Puasa Kebangsaan

Kompas.com - 21/07/2012, 09:15 WIB

ASEP SALAHUDIN

Ramadhan kembali menghampiri kita. Pada bulan ini biasanya ”kesalehan” menjadi tampak mengalami lonjakan. ”Tuhan” kita temukan di mana-mana, bahkan televisi menjadi berlomba-lomba mencitrakan sebagai media religius.

Puasa yang sejatinya menjadi ritus yang juga diajarkan semua agama dalam sesaat seakan mampu mengendalikan semua syahwat kebendaan kita. Tiba-tiba Tuhan tampak seolah akrab menjadi bagian integral dari napas kehidupan dan dinamika sejarah keseharian.

Ramadhan berkah, boleh jadi, ya. Bisa pula menjadi tidak berarti apa-apa manakala substansi Ramadhan dan spirit puasa tidak pernah tampak di hari-hari luar Ramadhan. Bahkan, ketika Lebaran tiba pun semua sudah bermetamorfosis, berubah ke habitat asal yang tidak cukup elok: tersungkur dalam daulat benda.

Bisa jadi muara semua itu karena sikap keberagamaan kita sudah tersandera oleh ”budaya populer”. Semuanya menjadi serba instan, dangkal, dan nyaris hilang sisi penghayatan dan kedalaman dari pengalaman keberagamaan itu.

Budaya populer dalam kenyatannya tak hanya menjangkiti cara kita berpakaian, bagaimana kita makan, seperti apa kita bersikap dalam panggung dramaturgi politik, sosial dan ekonomi. Akan tetapi, juga menyeruak memasuki wilayah sakral religiositas keberagamaan kita hari ini.

Dalam konsep budaya populer, yang dinomorsatukan adalah ”pencitraan”, ”pendangkalan”, ”kesan”, dan potret artifisial lainnya. Pada gilirannya: politik menjadi kehilangan kesantunan dan akal sehat; hukum surplus diskriminasi dan defisit rasa keadilan; ruang sosial hanya gaduh oleh perebutan atas nama kebenaran yang dipahami secara eksklusif dan fanatik. Lalu, ekonomi tidak pernah membersitkan pemerataan dan kesejahteraan, kecuali sekadar pemihakan kepada kaum pemodal. Selebihnya adalah fantasi kenaikan pendapatan per kapita yang disusun melalui retorika untuk kepentingan pengawetan kuasa.

Domain religiositas

Hal yang tidak jauh berbeda budaya populer ketika menyergap domain religiositas. Maka, misalnya, menjadi mudah dipahami kalau animo haji tidak pernah sebanding lurus dengan terciptanya masyarakat yang naik tarap hidupnya. Menjamurnya rumah ibadah tidak kemudian otomatis membuka cakrawala tersemainya sikap inklusif dan toleran bagi pemeluk agama.

Puasa yang telah sekian tahun kita lakukan tidak menjadi garansi bagi terwujudnya ruang publik yang bebas dari sikap tamak dan rakus. Bahkan, kitab suci yang notabene diturunkan di bulan Ramadhan pun tidak luput dari korupsi.

Ayat-ayat Tuhan bukan hanya diperjualbelikan makna dan tafsirnya, bahkan fisiknya pun dirampok untuk kepentingan kekuasaan jangka pendek. Nyaris, korupsi itu—kalau demikian adanya—telah mencapai jantungnya.

Padahal, kita mafhum puasa sejatinya mengajarkan tentang sikap eskatik (juhud), meginjeksikan kesadaran untuk bertanggung jawab terhadap semua tindakan yang kita lakukan. Bahwa apa pun yang kita kerjakan bukan hanya harus dipertanggungjawabkan di hadapan manusia, melainkan juga harus dipertanggungjawabkan di hadapan Sang Kuasa. Puasa menanamkan dalam relung kita keinsafan-keinsafan metafisis seperti ini atau dalam spiritualisme Jawa disebut eling sangkan paraning dumadi.

Rasaning eling melalui lelaku puasa bahkan ditarik ke titik nol. Anuning ning! Ada dalam ketiadaan. Tidak ada, dalam ada. Lahir sekaligus batin, batin sekaligus lahir. Menghindar dari tatapan manusia, bahkan dari mata KPK sekalipun, masih bisa kita lakukan. Akan tetapi, tatapan Sang Kuasa mustahil kita berkelit, Tuhan selalu—meminjam Amir Hamzah—cemburu/Engkau Ganas/Mangsa aku dalam cakarmu//.

Sebuah teladan

Inilah tipologi puasa yang tempo hari diteladankan. Puasa Bunda Maryam melahirkan bayi penebar damai: Isa. Puasa yang dilakukan Musa berdampak rontoknya kekuasaan tiranik Firaun. Puasa yang diteladankan Sidarta Gautama tidak hanya membuat beliau menanggalkan gelanggang politik tengik yang penuh intrik, juga kuasa kembali ke arena kekuasaan dengan akal budi yang tercerahkan. Puasa yang dilakukan Socrates dan santrinya, Plato, dapat mencapai kematangan nalar atau Hipokrates yang memberikan resep kepada pasiennya agar sering berpuasa. Termasuk Pythagoras, yang ternyata Rumus Pythagoras-nya konon diperoleh setelah sebelumnya berpuasa.

Puasa itu pula yang dilakukan Muhammad SAW sehingga dia bukan hanya terampil mengelola kesabaran (puasa setengah dari sabar). Akan tetapi, juga kesabaran yang telah dirawat dan diruwatnya melalui puasa telah membuatnya menjadi pribadi yang bisa berempati kepada sahabat dan juga terhadap mereka yang berlainan haluan keyakinannya.

Puasa yang telah mengantarkannya bukan menjadi ”penguasa”, tetapi menjadi pemimpin egaliter yang dapat menjadi tenda dari keragaman fakta sosial di Madinah. Politik yang dikibarkannya menjadi ilham bagi sebuah gerakan kemanusiaan (humanisasi) yang membawa obor pencerahan (iluminasi), perubahan (transformasi), dan pembebasan (liberasi).

Semoga puasa kali ini tidak hanya menyisakan dahaga, tetapi benar-benar membersitkan inspirasi bagi terbitnya keadaban hidup, sekaligus menjadi ”ideologi kritik” bagi terbenamnya nafsu tamak yang dapat menenggelamkan perahu kebangsaan kita.

Inilah, menurut saya, sejatinya khitah puasa itu.

ASEP SALAHUDIN Wakil Rektor IAILM Pesantren Suryalaya, Tasikmalaya

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Tanggal 19 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

    Tanggal 19 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

    Nasional
    Tanggal 18 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

    Tanggal 18 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

    Nasional
    Di Sidang SYL, Saksi Akui Ada Pembelian Keris Emas Rp 105 Juta Pakai Anggaran Kementan

    Di Sidang SYL, Saksi Akui Ada Pembelian Keris Emas Rp 105 Juta Pakai Anggaran Kementan

    Nasional
    Dede Yusuf Minta Pemerintah Perketat Akses Anak terhadap Gim Daring

    Dede Yusuf Minta Pemerintah Perketat Akses Anak terhadap Gim Daring

    Nasional
    Mesin Pesawat Angkut Jemaah Haji Rusak, Kemenag Minta Garuda Profesional

    Mesin Pesawat Angkut Jemaah Haji Rusak, Kemenag Minta Garuda Profesional

    Nasional
    Anggota Fraksi PKS Tolak Presiden Bebas Tentukan Jumlah Menteri: Nanti Semaunya Urus Negara

    Anggota Fraksi PKS Tolak Presiden Bebas Tentukan Jumlah Menteri: Nanti Semaunya Urus Negara

    Nasional
    Usai Operasi di Laut Merah, Kapal Perang Belanda Tromp F-803 Merapat di Jakarta

    Usai Operasi di Laut Merah, Kapal Perang Belanda Tromp F-803 Merapat di Jakarta

    Nasional
    Kriteria KRIS, Kemenkes: Maksimal 4 Bed Per Ruang Rawat Inap

    Kriteria KRIS, Kemenkes: Maksimal 4 Bed Per Ruang Rawat Inap

    Nasional
    Soroti DPT Pilkada 2024, Bawaslu: Pernah Kejadian Orang Meninggal Bisa Memilih

    Soroti DPT Pilkada 2024, Bawaslu: Pernah Kejadian Orang Meninggal Bisa Memilih

    Nasional
    Direktorat Kementan Siapkan Rp 30 Juta Tiap Bulan untuk Keperluan SYL

    Direktorat Kementan Siapkan Rp 30 Juta Tiap Bulan untuk Keperluan SYL

    Nasional
    Setuju Sistem Pemilu Didesain Ulang, Mendagri: Pilpres dan Pileg Dipisah

    Setuju Sistem Pemilu Didesain Ulang, Mendagri: Pilpres dan Pileg Dipisah

    Nasional
    Menko Airlangga: Kewajiban Sertifikasi Halal Usaha Menengah dan Besar Tetap Berlaku 17 Oktober

    Menko Airlangga: Kewajiban Sertifikasi Halal Usaha Menengah dan Besar Tetap Berlaku 17 Oktober

    Nasional
    Serius Transisi Energi, Pertamina Gandeng KNOC dan ExxonMobil Kembangkan CCS

    Serius Transisi Energi, Pertamina Gandeng KNOC dan ExxonMobil Kembangkan CCS

    Nasional
    Bawaslu Akui Kesulitan Awasi 'Serangan Fajar', Ini Sebabnya

    Bawaslu Akui Kesulitan Awasi "Serangan Fajar", Ini Sebabnya

    Nasional
    Kontras Desak Jokowi dan Komnas HAM Dorong Kejagung Selesaikan Pelanggaran HAM Berat Secara Yudisial

    Kontras Desak Jokowi dan Komnas HAM Dorong Kejagung Selesaikan Pelanggaran HAM Berat Secara Yudisial

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com