Jakarta, Kompas
Hal itu terungkap dalam putusan MK mengenai pengujian Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), Rabu (18/7). MK menolak membatalkan frasa ”hukuman mati” dalam Pasal 365 Ayat (4) KUHP. Permohonan ini diajukan dua terpidana hukuman mati Pengadilan Tinggi Pekanbaru, Raja Syahrial alias Herman alias Wak Ancam dan Raja Fadli alias Deli. Keduanya terbukti mencuri dengan kekerasan secara bersekutu mengakibatkan luka berat atau mati.
Pemohon mendalilkan, hukuman mati melanggar hak hidup yang dijamin Pasal 28 A dan Pasal 28 I UUD 1945. Pemohon mendalilkan, pencurian dengan kekerasan yang menyebabkan luka berat atau mati tidak termasuk the most serious crime.
MK berpendapat, pencurian dengan kekerasan yang menyebabkan matinya orang merupakan the most serious crime karena menimbulkan ketakutan luar biasa pada masyarakat. Ketakutan itu sama dengan ketakutan karena narkoba.
Terkait hukuman mati yang dinilai melanggar Pasal 28 A dan Pasal 28 I, MK melakukan penafsiran sistematis terhadap hal tersebut. Hak asasi dalam dua pasal tersebut haruslah tunduk pada pembatasan hak yang diatur Pasal 28 J UUD 1945. Sistematika ini sejalan dengan Deklarasi HAM Universal yang menempatkan pasal pembatasan HAM sebagai pasal penutup.
MK pernah menolak menghapus hukuman mati pada 30 Oktober 2007 saat menguji permohonan penyelundup heroin ”Bali Nine” yang dihukum mati. Todung Mulya Lubis salah satu kuasa hukum pemohon.