Perdebatan China-Filipina pekan lalu atas sengketa wilayah kedaulatan yang tumpang tindih di Genting Scarborough, dekat Kepulauan Spratly, Laut China Selatan— termasuk rencana Presiden Filipina Benigno Aquino III meminta Washington menggelar pesawat mata-mata—membuat penguasa Beijing berang.
Keberangan Beijing ditambah dengan rencana Gubernur Tokyo Sintaro Ishihara. Ishihara berencana memasang iklan di harian
Ketika menulis artikel ini, kita menjadi teringat pesawat mainan tanpa awak AR Drone buatan Parrot SA di Perancis yang dikendalikan dengan iPad atau iPhone. Pesawat mainan itu dilengkapi kamera digital yang memungkinkan pengintaian dalam radius jaringan nirkabel. Perangkat digital ini adalah turunan pesawat tanpa awak yang disebut
Ada juga permainan lain yang tidak kalah menarik, juga dimainkan di iPad, yang disebut
Kehadiran permainan ini setidaknya memberikan dua perspektif baru dalam tata laksana hubungan internasional. Pertama, penggunaan
Kedua, tanpa disadari konflik kedaulatan seperti yang terjadi di kawasan Laut China Selatan telah dibawa ke tingkatan masif melibatkan rakyat, memanfaatkan kemajuan teknologi komunikasi informasi, seperti permainan iPad tadi. Artinya, emosi rakyat China dilibatkan secara aktif, sedangkan penguasanya mencari celah untuk memberikan justifikasi untuk sebuah tindakan kekuatan militer membela kedaulatan dengan dukungan penuh rakyatnya.
Kebutuhan Presiden Aquino untuk pesawat mata-mata bisa saja tidak harus melalui penggunaan pesawat P3C Orion yang selama ini digunakan AS melakukan pengintaian di sepanjang garis pantai daratan China. Penggunaan
Selama ini penggunaan satelit mata-mata memiliki hambatan karena tidak bisa bekerja secara terus-menerus di wilayah yang ingin diamati. Satelit yang berputar mengelilingi Bumi pada orbit tertentu hanya akan berada di kawasan Laut China Selatan, misalnya, pada waktu-waktu tertentu saja untuk melakukan pengambilan gambar atas wilayah tertentu.