Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pakistan Menanti PM Baru

Kompas.com - 20/06/2012, 15:53 WIB

ISLAMABAD, KOMPAS.com - Dalam dua hari ini, Presiden Pakistan menggelar pembicaraan untuk menemukan perdana menteri baru yang diterima koalisi, Rabu (20/6/2012), R Mahkamah Agung memberhentikan Yousuf Raza Gilani dari jabatan itu.

Negara yang menghadapi perlawanan kelompok-kelompok militan pro-Al Qaeda itu mengalami kekacauan politik setelah putusan MA tersebut. Gilani dipecat setelah dinyatakan penghina pengadilan karena menolak meminta pemerintah Swiss membuka kembali kasus-kasus korupsi yang melibatkan Presiden Asif Ali Zardari. Gilani menduduki kursi perdana menteri setelah Partai Rakyat Pakistan (PPP) memenangi pemilu 2008.

Zardari memimpin pembicaraan dengan para pemimpin koalisi dan akan bertemu anggota parlemen dari PPP pada Rabu sore. Diharapkan, saat itu keputusan soal pengganti Gilani sudah diambil. Dua orang yang disebut-sebut adalah Menteri Pengairan dan Listrik Ahmed Mukhtar dan Menteri Tekstil Makhdoom Shahabuddin.

"Perdana menteri berikutnya akan dipilih oleh majelis nasional. Dia adalah anggota parlemen. Dan sosok yang baik dan setia pada partai," kata pengacara Gilani dan PPP anggota Aitzaz Ahsan, Rabu.

Ahsan membenarkan bahwa PM baru nantinya bakal menghadapi tuntutan pengadilan untuk mengajukan permintaan yang sama pada Swiss. Karena itu, para analis berpendapat, Presiden Asif Ali hanya akan menyetujui seorang loyalis.

"Kami menerima putusan ini," kata Ahsan ketika ditanya tentang putusan MA soal Gilani. "Perdana menteri telah meninggalkan rumah dinas, meskipun kami mengambil sikap hati-hati soal putusan tersebut."

Di Pakistan, beragam reaksi muncul tentang putusan MA itu. Namun berbagai editorial media-media dalam negeri memuji sikap PPP yang menerima putusan dan meminta para pendukungnya bersikap tenang.

"Bertenangan dengan klaim oleh banyak orang, penggulingan perdana menteri dan kabinetnya tidak mengguncang sistem demokrasi. Parlemen masih solid dan pemimpin baru parlemen segera terpilih," demikian editorial The News.

Surat kabar itu mengatakan MA mengambil keputusan yang tepat dan mendesak Zardari segera membentuk kabinet yang mampu mengatasi berbagai masalah besar yang dihadapi rakyat Pakistan - pemadaman listrik, kerusuhan, kekerasan, inflasi, dan ketidakamanan.

Sebaliknya surat kabar tertua negeri itu, Dawn, mengkritik pengadilan tertinggi itu atas "langkah luar biasa dan tidak menguntungkan" dan menyebutnya mengganggu demokrasi yang mulai tumbuh

"Yang diperlukan sekarang adalah penyelenggaraan pemilu, baik itu lebih awal atau tepat waktu, yang bebas dan adil, sehingga putusan akhir bisa diserahkan pada pengadilan rakyat," tulis Dawn.

Sementara itu Express Tribune yang lebih liberal menganjurkan agar pengadilan menunjukkan ketgasan yang sama terhadap institusi militer Pakistan, yang beberapa kali dilaporkan melanggar hak asasi manusia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com