Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Potensi Ancaman Sudah Berubah

Kompas.com - 19/06/2012, 02:02 WIB

Jakarta, Kompas - Pasca-11 September 2001, terjadi perubahan pada lanskap global. Perang tidak lagi bersifat umum. Kini, perang bersifat terbatas. Ada pergeseran dari perang simetrik menjadi perang asimetrik. Perubahan lanskap global itu juga mengubah lanskap regional dan nasional.

Wakil Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin mengemukakan hal itu dalam percakapan di kantornya, pekan lalu. Ia menambahkan, perubahan dalam lanskap global, regional, dan nasional itu tentunya juga mengubah perkiraan ancaman dan cara mengantisipasinya.

Menurut dia, pada saat ini, potensi ancaman terhadap pertahanan dan keamanan Indonesia bukan lagi datang serangan militer dari negara lain, melainkan berupa kegiatan terorisme, gerakan separatis, dan aktivitas-aktivitas ilegal yang berkaitan dengan sumber daya alam.

Sesuai dengan perubahan lanskap global, regional, dan nasional yang dipadukan dengan kebijakan dan strategi, yang antara lain didasarkan pada arahan Presiden, rencana pertahanan negara, dan kemampuan anggaran, maka lahirlah postur TNI yang baru, yang mengarah kepada kekuatan esensial minimum (MEF-minimum essential force) yang berkaitan erat dengan pengadaan alat utama sistem senjata (alutsista).

”Postur TNI yang baru itu diharapkan dapat tampil untuk mendukung misi yang dibebankan kepadanya,” ujar Sjafrie.

Postur TNI yang ingin dibentuk adalah TNI yang kecil, efektif, dan efisien (KEE) yang didukung oleh MEF. Atau, yang disebut Sjafrie sebagai smart power (kekuatan yang cerdas), yang fleksibel untuk digerakkan dengan mobilitas yang tinggi. Tepatnya, smart power yang memiliki kemampuan penangkalan.

7 juta kilometer persegi

Sjafrie mengemukakan, wilayah Indonesia yang harus dijaga oleh TNI itu luasnya 7 juta kilometer persegi, dan 5 juta kilometer persegi di antaranya berupa air. Sisanya, 2 juta kilometer persegi berupa darat.

Untuk mengamankan wilayah seluas itu, TNI yang kecil, efektif, dan efisien tersebut memerlukan alutsista yang memadai untuk menjalankan misinya. Dibandingkan dengan periode 2004-2009, saat anggaran TNI itu sekitar Rp 30 triliun, pada periode 2009-2014 jumlahnya telah meningkat menjadi sekitar Rp 70 triliun.

Hingga saat ini modernisasi TNI sudah dilakukan, terutama di TNI Angkatan Udara dan TNI Angkatan Laut, sementara di TNI Angkatan Darat agak ketinggalan. Dalam sisa waktu yang masih ada ini ketertinggalan itu akan dikejar.

Dalam percakapan itu, Sjafrie juga menyebutkan soal mark up (penggelembungan) harga dalam pembelian peralatan tempur. Ia berjanji, akan meningkatkan transparansi dan menjaga akuntabilitasnya.

Ia juga menyebutkan tentang pentingnya pengembangan industri militer di dalam negeri, yang didorong, antara lain, dengan melarang TNI mengimpor atau memasukkan peralatan tempur yang telah diproduksi di dalam negeri. (JL)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com