Jumlah orang muda di Asia Pasifik mencapai separuh populasi orang muda di dunia. Di Indonesia, jumlah penduduk berusia 10-24 tahun adalah 28 persen dari populasi, yang menghadapi hambatan kultural dalam mengakses pelayanan SRHR.
Menurut Inne Silviane dari Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia, dalam sidang CPD bertema ”Adolescents and Youth”, Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa Ban Ki-moon menegaskan pentingnya pemberdayaan orang muda. Ia akan menunjuk Penasihat Khusus Urusan Kaum
Dalam kesempatan terpisah, anggota delegasi CPD, Sri Kusyuniati, menegaskan, hambatan bagi upaya menjamin hak setiap individu untuk memutuskan secara otonom segala sesuatu menyangkut tubuh dan kesehatannya harus dihapus.
Isu kunci dari resolusi final CPD termasuk hak orang muda memutuskan segala hal terkait seksualitasnya, akses kepada pelayanan SRHR yang nondiskriminatif dan penghormatan atas kerahasiaan, hak kaum muda atas pendidikan seksual komprehensif, serta perlindungan dan promosi hak-hak orang muda mengontrol seksualitasnya, bebas dari kekerasan, diskriminasi, dan koersi.
Sadik juga mengingatkan peran dan tanggung jawab laki-laki atas perilakunya, dan yang terpenting, melindungi hak dan kesehatan perempuan pasangannya. Peran itu penting dalam mengurangi angka kematian ibu (AKI) melahirkan melalui dukungan terhadap istri dalam pelayanan kesehatan dan pengambilan keputusan.
Pemerintah Indonesia telah banyak menciptakan kerangka kerja hukum dan kebijakan untuk mendukung kesetaraan jender. Namun, indikator MDGs untuk jender tak merefleksikan status perempuan dan tantangan riil sehari-hari. ”Pelanggaran hak perempuan yang utama adalah kekerasan berbasis jender,” ujar Sadik.
Ia menyatakan, target MDGs-5 tentang pengurangan AKI tak bisa dicapai secara global, termasuk Indonesia. AKI turun dari 390 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 1991, menjadi 228 pada tahun 2007, atau sekitar 40 persen, tetapi target MDGs 75 persen. ”Target itu harus dicapai dengan pendekatan komprehensif,” kata dia.
Sejak ICPD, muncul kebutuhan akan sistem kesehatan komprehensif di tingkat negara. Yaitu, bagaimana mengaitkan berbagai program vertikal, seperti Perluasan Program Imunisasi (EPI), kesehatan ibu dan keluarga berencana, perlindungan terhadap HIV dan pelayanannya, untuk mengembangkan sistem kesehatan.
Sadik menilai tingkat fertilitas 2,4 di Indonesia stagnan sejak tahun 1998. Kepala Perwakilan Universitas John Hopkins di Indonesia Fitri Putjuk mengatakan, 15 tahun terakhir, prevalensi kontrasepsi 60 persen. Namun, 60 persen di antaranya memakai pil dan suntik.
Akhir-akhir ini, metode
Itu berarti tingkat kerentanan terjadinya kehamilan meningkat. Bukan karena metodenya keliru, melainkan karena tingkat kepatuhan rendah akibat minimnya pengetahuan dan tak memadainya informasi penggunaan kontrasepsi.