Maria Hartiningsih
Banyak kemajuan di bidang kependudukan yang dicapai sejak Konferensi Internasional tentang Pembangunan dan Kependudukan atau ICPD di Kairo tahun 1994. Namun, tujuan ICPD, yakni pelayanan terkait hak-hak kesehatan reproduksi dan seksual yang komprehensif, masih jauh dari memadai.
Kemajuan lebih mencakup kelompok perempuan menikah,” ujar Dr Nafis Sadik, mantan Direktur Eksekutif Dana Kependudukan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNFPA), di Jakarta, Jumat (25/5).
Dalam diskusi yang diselenggarakan UNFPA bersama Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional mengenai pelayanan terkait hak-hak kesehatan reproduksi dan seksual (SRHR) dan Pembangunan, dikenal sebagai ”ICPD+20 and Beyond”, ia menegaskan, ”Kaum muda yang jumlahnya lebih dari satu miliar jiwa dari tujuh miliar populasi dunia masih dipinggirkan.”
Kelompok rentan lainnya termasuk orang yang hidup dengan HIV, pemakai obat terlarang, pekerja seks, dan laki-laki yang berhubungan seks dengan laki-laki. Mereka membutuhkan perlindungan dari infeksi seksual menular, HIV,
Beberapa kunci proses global—20 tahun tinjauan tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Rio+20), 20 tahun kemajuan Cairo Program of Action (ICPD+20) dan Tujuan Pembangunan Milenium (MDGs)— berimplikasi pada masa depan agenda global SRHR. Diskusi di Jakarta terfokus pada upaya Indonesia mengimplementasikan yang terbaik dari Program of Action ICPD Cairo.
”SRHR mencakup tiga isu penting, yakni hak asasi manusia, penghapusan kemiskinan, dan stabilisasi pertumbuhan penduduk, yang merupakan bagian dari proses MDGs,” ujar Jose Ferraris, Kepala Perwakilan UNFPA.
Sadik menggarisbawahi isu utama dalam Sesi Ke-45 Komisi Kependudukan dan Pembangunan di New York, 23-27 April 2012. Ia mengingatkan perubahan perilaku seksual karena meningkatnya usia perkawinan.
”Kenyataan itu harus diakui dan menjamin akses orang muda pada akses dan pelayanan SRHR,” ujar Sadik,