Den Haag, Jumat
Pengadilan Mladic dibuka hari Rabu di Den Haag, Belanda. Pria berusia 70 tahun ini masuk ke ruang sidang dengan penuh rasa percaya diri. Dia mengacungkan jempol, melempar senyum, dan melangkah sambil tepuk tangan meski beberapa keluarga korban membalas dengan senyum kecut dan sinis.
Namun, pada hari kedua sidang tidak jadi digelar dan diduga akan ditunda hingga berbulan-bulan.
Hakim pengadilan kejahatan perang Den Haag mengatakan ada penyimpangan dalam proses penuntutan sehingga sidang ditunda. Hakim Alphons Orie mengatakan, kejaksaan tidak memberikan dokumen tuntutan pada waktunya sehingga menghalangi proses persiapan persidangan.
Padahal, sidang kasus Mladic ini sudah ditunggu bertahun-tahun oleh para korban dan keluarga korban. Penundaan membuat publik bertanya-tanya tentang kredibilitas lembaga peradilan yang menyidangkan Mladic di Den Haag.
Orie menunda tahapan sidang selanjutnya, yaitu pembeberan atau presentasi bukti, yang semula dijadwalkan akan digelar pada 29 Mei ini. Jadwal baru sidang selanjutnya belum diumumkan.
Orie menunda sidang karena ”kesalahan pengungkapan signifikan” oleh jaksa, yang berkewajiban berbagi semua bukti dengan tim pengacara Mladic.
”Sidang penuh penundaan karena volume dokumentasi dan ruang lingkup kejahatan,” kata Richard Dicker, Direktur Program Keadilan Internasional Human Rights Watch.
Orie mengatakan hakim akan menganalisis ”ruang lingkup dan dampak penuh” dari masalah dan bermaksud untuk menetapkan waktu sidang secepat mungkin.
Pada sidang pertama, pihak penuntut memaparkan aksi-aksi horor pembantaian di Srebrenica. Mladic dituduh sebagai otaknya. ”Mladic sendiri ada di sana. Dia terlibat secara pribadi,” kata jaksa penuntut Petrus McCloskey.
Mladic dan pasukannya memberondongkan peluru dan menempatkan penembak jitu di lingkungan warga sipil dalam pengepungan selama 44 bulan di Sarajevo, ibu kota Bosnia. Mereka juga mengeksekusi ribuan pria dan pemuda Muslim di Srebrenica, lokasi pembantaian terburuk di Eropa sejak Perang Dunia II. Perang itu sendiri menyebabkan lebih dari 100.000 orang tewas.
Mladic menolak terlibat dalam pembantaian tersebut. Dia membantah telah melakukan kesalahan besar seperti dituduhkan kepadanya. Namun, jika terbukti bersalah, dia menghadapi hukuman maksimum penjara seumur hidup.
Hatidza Mehmedovic, yang suami dan dua anaknya dibunuh oleh pasukan Serbia selama pembantaian di Srebrenica, menyesalkan adanya penundaan sidang Mladic. Dia berharap penundaan tidak berlangsung lama. Dia khawatir Mladic akan meninggal sebelum putusan pengadilan dijatuhkan.(AP/AFP/REUTERS/CAL)