Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Chen Diharapkan Segera Berangkat ke AS

Kompas.com - 06/05/2012, 16:23 WIB

BEIJING, KOMPAS.com — Aktivis China, Chen Guangcheng, mempersiapkan diri untuk segera berangkat ke Amerika Serikat, kata teman-temannya, setelah Beijing dan Washington berhasil merancang solusi hingga pria tunanetra itu bisa berangkat.

Chen menjadi pusat kerumitan diplomatik antara China dan AS setelah dia kabur dari tahanan rumah di Shandong dan berlindung di Kedutaan Besar AS di Beijing.

Dia meninggalkan Kedubes AS setelah tinggal di sana selama enam hari, Rabu (2/5/2012). Namun, pendiriannya kemudian berubah dan mengatakan ingin pergi ke AS karena mengkhawatirkan keselamatan diri, istri, dan dua anaknya.

Pada Jumat (4/5/2012), Kementerian Luar Negeri China menyatakan Chen boleh mengajukan permohonan belajar ke luar negeri. Hal ini mengisyaratkan bahwa Menteri Luar Negeri AS Hillary Clinton yang saat itu berkunjung ke China berhasil membuat kesepakatan dengan Pemerintah China.

Saat ini, Chen (40) diyakini masih berada di Rumah Sakit Chaoyang, Beijing, untuk menjalani perawatan atas luka-luka yang dideritanya selama pelariannya dari rumahnya di desa.

Jerome Cohen, dosen Universitas New York (NYU) yang berteman dengan Chen dan menjadi penasihatnya, mengatakan, dia bisa pergi ke AS. "Diyakini dia bisa segera ke sini," kata Cohen kepada AFP dari rumahnya di AS, Sabtu.

"Saya berharap kesepakatan itu sudah pasti. Saya senang sekali ketika membaca pengumuman Kementerian Luar Negeri (China) pada Jumat malam," lanjutnya.

"Ini menjadi sinyal terbuka mereka siap melepas dia ke luar negeri untuk belajar selama beberapa waktu," kata Cohen, yang dua kali menelepon Chen sebelum aktivis itu meninggalkan Kedubes AS. Namun, keduanya tidak melakukan kontak lagi setelah Chen keluar.

Seorang juru bicara NYU, Jumat, mengatakan, pihaknya sudah mengundang Chen untuk belajar di universitas tersebut.

Pihak RS tempat Chen dirawat menolak memberikan konfirmasi apakah Chen masih dirawat. Sementara Kedubes AS juga tidak bisa dihubungi, begitu juga dengan Chen.

Namun, seorang aktivis lain, Jiang Tianyong, yang berbicara dengan Chen pada Sabtu malam, mengatakan, temannya itu mengaku masih harus dirawat di RS selama beberapa hari lagi.

"Situasi saat ini adalah dia berharap bisa berangkat ke AS bersama keluarganya," kata Jiang kepada AFP, Minggu.

"Dia berharap bisa kembali," lanjut Jiang yang sempat ditahan di RS pada Kamis malam oleh polisi yang memukulinya dan memberinya peringatan karena mendukung Chen. Jiang dibebaskan keesokan paginya.

Sampai saat ini, kompleks RS Chaoyang masih dijaga ketat sejumlah polisi tak berseragam. Aparat keamanan juga melarang wartawan mendekati area RS.

Chen membuat marah Beijing karena mengungkap praktik aborsi dan sterilisasi paksa di bawah kebijakan satu anak. Akibat aktivitasnya itu, Chen dipenjara selama empat tahun, yang berakhir pada 2010. Setelah bebas, dia kembali menjalani tahanan rumah meskipun tidak melalui pengadilan.

Rekan Chen lainnya, He Pierong, yang membawanya ke tempat yang aman pasca-pelarian itu, mendukung keputusannya. "Chen Guangcheng sudah bebas. Saya percaya dia mampu memutuskan sendiri yang terbaik untuknya dan keluarganya," tulis He melalui Twitter.

Jika Chen memutuskan untuk menerima tawaran NTU. Dia akan menjadi mahasiswa tamu di fakultas hukum, kata Cohen. "Saya tidak terkejut jika dia tiba di sini dalam sepekan ini. Tapi, jika dibutuhkan waktu satu bulan, tidak apa-apa juga, dan saya tidak terkejut juga," papar Cohen.

Sementara itu, para pejabat AS menutup mulut soal detail, termasuk pengaturan waktu, dalam kepakatan soal Chen dengan China. Sebab, ada kekhawatiran kesepakatan itu bisa batal jika China merasa dipermalukan di dalam negeri.

Kementerian Luar Negeri AS sendiri berharap China "secepatnya" mengeluarkan paspor untuk Chen.

Seorang analis mengatakan, jika Chen diizinkan pergi ke luar negeri, hal itu menunjukkan China dan AS berhasil bernegosiasi meskipun terjadi perbedaan di antara kedua negara.

"Pada titik ini, inilah cara terbaik untuk menyelamatkan muka," kata Joshua Eisenman, pakar studi China di Dewan Kebijakan Luar Negeri China yang berpusat di Washington.

"Ada kemauan untuk duduk bersama, bernegosiasi, dan menghasilkan solusi cepat di bawah tekanan. Ini menunjukkan AS dan China bersedia bekerja sama," kata Eisenman.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com