Insiden di wilayah kepulauan karang Panatag juga menjadi faktor pengukur reaksi diplomasi negara-negara anggota ASEAN. Insiden Panatag ini juga sekaligus uji coba bagi China untuk menghadapi tekanan militer dan diplomatik di beberapa wilayah eskalasi.
Ketegangan klaim tumpang tindih di Laut China Selatan juga menjadi faktor menentukan bagi kebutuhan China akan keamanan energi yang menjadi elemen penting dalam mempertahankan modernisasi. Energi juga penting demi kelanjutan reformasi pembangunan ekonomi. Klaim ini juga menentukan untuk bisa keluar dari jebakan yang disebut sebagai ”Dilema Malaka”.
Ada kekhawatiran dalam situasi krisis militer yang bisa membuat Selat Malaka tersumbat, termasuk pencegatan konvoi kapal pembawa energi. Ini bisa menghambat pertumbuhan ekonomi, yang menjadi legitimasi penting Partai Komunis China berkuasa. Selat Malaka setiap tahun dilalui 60.000 kapal laut, termasuk 25 persen total perdagangan dunia.
Laut China Selatan menjadi krusial dalam persoalan keamanan energi China yang dipercaya mengandung 50 miliar ton minyak mentah dan 20 triliun meter kubik gas alam. China sendiri dalam statistiknya mengimpor 239 juta ton minyak tahun 2010, meningkat sebanyak 17,5 persen.
Berbagai insiden di kawasan Asia Tenggara dan Asia Timur menunjukkan bahwa modernisasi kekuatan militer China dianggap memadai sebagai perangkat keamanan, yang mendukung status China sebagai negara besar. Bagi China, mudah untuk menentukan kedaulatan atas Taiwan karena legitimasi sejarah jelas. Laut China Selatan menjadi berbeda dan tidak bisa ditentukan dengan sembilan garis putus-putus.