MANILA, SELASA
Selain menurunkan tensi, acara ringan itu dipercaya dapat membangun kepercayaan di antara pasukan tengah yang bertugas di sana.
Menurut Panglima AL Filipina Laksamana Madya Alexander Palma, Selasa (10/4), di Manila, ”tanding gembira” itu juga menjadi bagian yang lebih luas dari kesepakatan yang dicapai kedua negara pada Oktober lalu. Kesepakatan itu mengamanatkan kedua negara berupaya membangun rasa saling percaya. Kesepakatan itu juga mewajibkan mereka berbagi informasi yang memungkinkan mereka mampu merespons dengan baik setiap insiden maritim di Kepulauan Spratly.
Diperkirakan China akan memprotes kerja sama militer seperti itu. Namun, hingga kini belum ada respons resmi dari China. Selama ini China mengklaim seluruh perairan Laut China Selatan sebagai wilayah teritorialnya.
Tahun lalu secara terpisah, Filipina dan Vietnam menuduh kapal-kapal China sengaja menerobos masuk ke perairan sengketa. Kapal-kapal China tersebut juga dituduh mengganggu aktivitas eksplorasi minyak kedua negara.
Tak lama setelah beberapa insiden, China membantah telah melakukan pelanggaran wilayah. Menurut China, kawasan perairan dan kepulauan itu adalah wilayah kedaulatan China yang tidak dapat diganggu gugat. Ini sikap China yang sungguh berubah dari masa lalu.
Sengketa Laut China Selatan juga menyeret dua negara anggota ASEAN lain, seperti Malaysia dan Brunei. Salah satu wilayah sengketa adalah Kepulauan Spratly, yang diyakini kaya mengandung sumber daya alam berharga seperti minyak dan gas bumi.
Kepulauan tersebut juga berada di jalur lalu lintas laut komersial dunia, yang sangat ramai dan sibuk. Kontrol absolut China atas wilayah itu mengkhawatirkan dunia.