Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dokter: Suriah seperti Neraka

Kompas.com - 15/03/2012, 06:43 WIB
Kistyarini

Penulis

Pemberontakan di Suriah dimulai pada Maret 2011. Berawal dari unjuk rasa damai di provinsi-provinsi yang miskin di negara itu. Ketika aparat keamanan menindas para pengunjuk rasa hingga menewaskan ribuan orang, protes pun berkembang dan memanas hingga memicu pemberontakan bersenjata.

Badan urusan pengungsi PBB mengatakan 230.000 warga Suriah mengungsi sejak perlawanan terhadap rezim Assad dimulai tahun lalu. Menurut PBB, lebih dari 7.500 orang terbunuh dalam 12 bulan terakhir. Kelompok-kelompok aktivis mengatakan, jumlah korban tewas bahkan sudah melewati angka 8.000.

Hadeel Kouki, aktivis Suriah berusia 20 tahun, mengatakan, dia ditahan selama 52 hari setelah dinas intelijen Suriah memeriksanya. Perempuan muda itu mengaku membagikan selebaran berisi anjuran pada teman-teman kampusnya untuk berdemonstrasi.

"Ada sekitar 10.000 orang tewas hingga saat ini dan pembunuhan itu terus berlanjut. Dalam catatan kami 100 orang tewas setiap hari. Banyak di antaranya anak-anak. Mereka tewas di rumah," tutur mahasiswi sastra Inggris dan hukum itu.

Dalam pertemuan di Jenewa itu, Kouki menceritakan pengalaman pertamanya ditangkap. Ketika itu dia dikurung di penjara selama 40 hari dengan "kondisi mengerikan". Setelah itu dia dua kali lagi ditahan. "Aparat menyiksa saya dengan listrik dan memukulinya di penjara," ujarnya.

Dia memang dibebaskan tetapi dilarang kembali universitas di Aleppo. Kouki kini tinggal di Mesir dan terlibat dalam aktivitas dunia maya melawan Presiden Bashar al Assad.

Rezim Assad selalu mengatakan, bahwa pasukannya memerangi teroris asing dan geng-geng kriminal. Assad juga membantah yang sedang terjadi di negaranya adalah revolusi seperti yang dialami Libya, Mesir, atau Tunisia.

Kata Kouki, tidak ada pejuang asing di Suriah. "Saya bisa katakan bahwa hal itu tidak benar. Tidak ada orang asing, tidak ada teroris. Itu propaganda pemerintah," tegasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com