Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kekerasan di Suriah

Kompas.com - 03/03/2012, 02:54 WIB

Selain itu, karakter negara intelijen yang dibangun oleh ayah-bapak Assad tidak semata memberikan keuntungan kepada klan mereka saja, tetapi juga kelompok elite yang lain. Hingga saat tulisan ini dibuat tak terdengar kabar pembelotan yang dilakukan tokoh-tokoh kunci pemerintah. Artinya, gerakan perlawanan yang muncul saat ini tak mengakar di kalangan elite. Hal ini tak dapat dilepaskan dari sejarah masa lalu Suriah sebelum Hafiz al-Assad berkuasa yang penuh gejolak politik dan kudeta.

Sikap Indonesia

Keempat hal tersebut menjadikan kasus Suriah spesial jika dibandingkan kasus-kasus pergolakan di negara Arab lain. Menghadapi kondisi di Suriah, sikap seperti apa yang harus diambil Indonesia? Ada dua prinsip dasar yang harus dipegang oleh Indonesia dalam masalah ini.

Pertama, harus ada konsistensi penghormatan terhadap kedaulatan negara. Salah satu poin penting yang mendasari penolakan Rusia atas usulan resolusi S/2012/77: Rusia tak melihat rezim Assad sebagai salah satu sumber masalah, hal yang berbeda dengan pandangan para pengusul resolusi. Harus ada penjelasan rasional apakah ketidakadilan dan kesewenang-wenangan yang berlangsung di Suriah beberapa tahun atau dekade terakhir muncul semata karena rezim berkuasa? Atau, ketidakadilan dan kesewenang-wenangan itu muncul karena dorongan struktural mengingat perilaku rezim Assad, Hafiz maupun Bashar, juga bergantung pada konflik Arab-Israel secara keseluruhan.

Salah satu kekuatan yang membuat rezim Assad bertahan dan mendapat dukungan elite yang kuat adalah konsistensi rezim Assad dalam memerangi Israel. Konsistensi tersebut juga meningkatkan citra Suriah di dunia Arab. Rezim Assad menggunakan ancaman Israel sebagai isu untuk meningkatkan kohesivitas politik internal. Keberadaan ancaman Israel yang nyata berkontribusi pada hadirnya relasi yang positif antara rezim dan militer. Atas nama ancaman Israel, rezim mendapatkan dukungan dari militer dan elite lain untuk menciptakan kontrol negara atas publik.

Pergeseran nilai yang dibawa Musim Semi Arab, yang meletakkan keterbukaan di atas stabilitas, secara tak sengaja akan berkontribusi pada pandangan mengenai konflik Arab-Israel. Cara pandang berkonflik akan dapat digerus oleh pandangan transparansi dalam relasi antarkelompok dan penekanan pada kesejahteraan publik. Secara perlahan, ini mampu merekonstruksi relasi antara negara-negara Arab dan Israel.

Kedua, konsisten pada proses penyelesaian secara damai. Kompromi politik masih tetap jadi opsi terbaik dalam kondisi saat ini. Apa yang terjadi di Tunisia, Mesir, dan Libya sebaiknya tak dilakukan di Suriah. Penggulingan paksa hanya akan memperkeruh situasi di Suriah mengingat posisi Bashar al-Assad masih cukup kuat di tataran elite.

Hafiz al-Assad pernah membuka keran liberalisasi ekonomi (infitah) pada periode 1980-an. Upaya keterbukaan ini gagal karena dilakukan dengan sangat terkontrol. Upaya serupa dengan derajat kontrol negara atas proses keterbukaan yang lebih minim bisa dilakukan untuk meredakan ketegangan. Meningkatnya tensi kawasan jangan sampai memaksa para pihak yang bertikai di Suriah memilih jalan kekerasan yang tidak berujung.

Broto Wardoyo Pengajar di Departemen Ilmu Hubungan Internasional, UI

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com