Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kapitalis Global-Lokal

Kompas.com - 29/02/2012, 02:13 WIB

Persahabatan kapitalis dan penguasa bukan untuk urusan publik, tetapi untuk kepentingan diri. Kapitalis mendapat kemudahan berbisnis dan penguasa beroleh dana untuk proyek politik selanjutnya. Baik PT maupun korporasi domestik sama-sama buruk: mereka menguasai sumber hayat orang banyak untuk kepen- tingan privat, membangun kor- poratokrasi merusak demokrasi.

Jika PT memasarkan demokrasi sebagai pintu masuk usahanya ke Indonesia, korporasi lokal malah menjadi pemain dalam sistem demokrasi. Demokrasi bagi korporasi lokal sekadar tunggangan mengakumulasi modal.

Dengan cara seperti itu, mereka mencaplok kekayaan seluruh Nusantara. Genaplah syair Koes Plus, ”orang bilang tanah ki- ta tanah surga”, tetapi dalam genggaman kapitalis, ”tongkat, kayu, dan batu jadi tanaman”. Dalam genggaman kapitalis lahan dan tanah pertanian warga dicaplok hanya untuk investasi tambang dan pembangunan mal. Maka, baik PT maupun korporasi domestik sama- sama buruk. Keduanya menguasai sumber hayat orang banyak untuk kepentingan privat, membangun korporatokrasi, dan membuat cita-cita Pancasila dan UUD 1945 jauh dari harapan.

Dalam genggaman kapitalis, model pembangunan kita kian mengarah ke rezim liberal. Liberalisasi membuka pintu bagi pembangunan dari atas ke alas. Model ini menggodai lembaga intermediasi, seperti perbankan, untuk berpihak kepada korporasi berskala raksasa.

Data tahun 2008 menunjukkan betapa bank-bank nasional lebih suka memberi kredit kepada 331 perusahaan raksasa daripada kepada sektor UMKM yang mencapai 44 juta. Rendah- nya akses kredit berakibat langsung pada minimnya daya saing industri dalam negeri. Itu sebab- nya, meski pertumbuhan ekonomi meningkat 6,5 persen dan pendapatan per kapita mencapai Rp 30,8 juta pada 2011, pertumbuhan itu tetap tak menyentuh hidup rakyat kecil.

Secara teoretis, rakyat kecil seperti petani akan mendapat berkah dari pertumbuhan ekonomi jika ekspor digenjot karena menyentuh langsung petani penggarap. Ekspor kita menunjukkan grafik menaik beberapa tahun terakhir. Pada 2010, misalnya, kenaikan ekspor ditopang beberapa sektor nonmigas seperti kelapa sawit. Persoalannya, meski kelapa sawit salah satu industri yang menopang ekspor Januari-November 2010 (140,65 miliar dollar AS), bukan petani plasma yang mendapat berkah dari kenaikan harga kelapa sawait mentah global, melainkan pengusaha besar sekelas Wilmar Group.

Begitu pun nasib warga sekitar areal tambang emas, nikel, dan mangan. Mereka hanya mendapat secuil berkah kenaikan harga komoditas seperti emas dan mangan. Yang mendapat untung besar: investor tambang. Mengapa warga kecil selalu menjadi korban pembangunan?

Tak diperhitungkan

Dalam pemerintah korporatokrasi, rakyat kecil tak diperhitungkan. Suara rakyat yang berteriak menegosiasikan hidup mereka di ruang publik tak tersambung ke parlemen. Rakyat hanya konstituen sebelum pemilu. Setelah pemilu, konstituen mereka pemodal yang membiayai mereka dalam kampanye pemilu. Sebab, dalam demokrasi elektoral, pendaftaran partai dan biaya operasional sangat mahal. Perlu dana dari pengusaha, modal asing, dan dana ilegal buat menghidupi partai. Banyaklah politikus terjebak korupsi.

Untuk lolos serbuan KPK, mereka membentuk kartel politik guna melumpuhkan kinerja aparat penegak hukum dan menyabotase setiap aksi pencarian informasi. Kartel politik akhirnya bermuara pada hancurnya fungsi institusi demokratis. Institusi demokratis tetap dipelihara sebatas simbol tanpa substansi. Pemilu tetap reguler dijalankan, tetapi tak membawa perubahan konkret bagi hidup rakyat kebanyakan. Itu sebabnya, kendati institusi demokratis tampak bekerja, persoalan menyangkut hidup rakyat kebanyakan tak tersentuh kerja institusi itu.

Pemimpin Indonesia perlu belajar dari keberanian mantan Presiden Brasil Lula da Silva mengambil jarak dari kapitalisme global dan menerapkan program prorakyat. Ekonomi Brasil pada 2010 tumbuh 7 persen dan mampu menyerap 2,5 juta angkatan kerja oleh kebijakan perbankan yang baik, proteksi terhadap industri kecil, dan kebijakan land reform yang baik.

Ferdy Hasiman Peneliti di Indonesia Today, Jakarta

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com