Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Malam Terakhir di Kashgar

Kompas.com - 28/02/2012, 10:26 WIB

Oleh Subhan SD

Sejak 2.100 tahun silam, kota Kashgar di Provinsi Xinjiang, China, telah menjadi kosmopolitan yang menghubungkan peradaban Barat dan Timur. Mereka bertukar bahasa, gaya hidup, kultur, dan agama. Kashgar adalah kunci penting pada era Jalan Sutra.

Para pengembara hampir dipastikan melintasi Kashgar. Sejak Raja Mu Wang dari Dinasti Zhou (977-922 SM), Ahmad Ibnu Fadlan sebagai duta Dinasti Abbasiyah (abad ke-10), lalu Marco Polo dari Italia (1254-1324), hingga yang fenomenal Ibnu Batutah dari Maroko (1304-1368). Kafilah-kafilah pengembara dan pedagang itu menjadikan Kashgar sebagai shelter pemberhentian sebelum meneruskan rute perjalanan panjang antara Xi’an (China) dan Roma (Eropa).

Jalan sutra, terutama antara ruas Persia dan China bagian tengah, bercabang dua: rute utara dan selatan. Rute utara termasuk rute utama. Rute ini menyusuri lereng-lereng selatan pegunungan Tian Shan (Tengri Tagh) yang puncak-puncaknya bersalju. Di selatan jalan itu terbentang luas gurun Taklamakan yang terletak di cekungan Tarim. Abad ke-4, rute ini menjadi perlintasan utama. Rute satunya lagi berada di selatan cekungan Tarim. Para rahib Buddha sering mengambil rute ini saat menuju ke pegunungan Karakoram dan terus ke Pakistan atau India. Dua rute itu akhirnya bertemu di Kashgar.

Kita bisa merasakan sisa-sisa masa lalu itu. Salah satunya di hunian kota tua seluas 2.000 meter persegi. Walaupun dari luar tampak seperti reruntuhan situs, sesungguhnya ada kehidupan di situ. Di antara rumah-rumah yang terbuat dari tanah liat dan adonan jerami itu, tinggal sekitar 10.000 penduduk yang umumnya etnik asli, Uighur.

”Ini memang dirawat oleh penduduknya, dan pemerintah melindunginya,” kata Murad, anggota staf kantor pariwisata setempat.

Peradaban Islam

Dengan jejak peradaban yang multietnik, Kashgar memiliki tempat bersejarah yang dipasarkan menjadi obyek pariwisata menarik. Ada jejak-jejak peradaban Islam seperti Masjid Idkah (Etigar). Masjid yang dibangun tahun 1442 ini merupakan masjid terbesar di China dan pusat kegiatan umat Islam. Dengan lapangan luas, masjid ini bisa dipadati 100.000 anggota jemaah saat shalat Idul Adha.

Jejak Islam memang sangat kental, seperti kompleks makam Apak Hoja, penyebar Islam di Kashgar. Terletak di kampung Hazriti atau sekitar 5 kilometer arah timur laut dari pusat kota, makam yang dibangun tahun 1640 itu semula untuk ayah Apak Hoja, yaitu Mohammad Yusuf Hoja. Yusuf adalah ulama sufi Tarekat Naqsabandiyah dari Asia Tengah. Apak Hoja pun mewarisi peran sang ayah meluaskan syiar Islam di Kashgar dan sekitarnya.

Jika datang ke Kashgar, barangkali juga jangan melewatkan pasar ternak Goza. Domba seperti ”penghuni lain” di Kashgar. Jangan kaget jika di jalan-jalan, banyak penduduk menggiring domba-domba mereka untuk dibawa ke pasar-pasar. Domba ibarat primadona. Hampir semua jenis makanan di Kashgar berbahan utama domba. Pasar terbesar Bazzar Kashgar juga mesti dikunjungi karena pasar tua itu ada sejak 2.000 tahun silam.

Banyaknya obyek wisata yang bisa dikunjungi membuat Kashgar jadi daerah kunjungan yang diminati turis. Menurut Direktur Pariwisata Kashgar Jia Wei Dong, tahun 2010, jumlah pelancong ke Kashgar sekitar 2,34 juta orang. Pada 2011, turis yang datang melampaui jumlah tersebut. Umumnya dari daerah-daerah China bagian timur seperti Shanghai, Hongkong, juga Taiwan, serta dari Eropa. Turis-turis Eropa begitu tertarik dengan jejak-jejak Jalan Sutra. Dari sektor pariwisata, Kashgar meraup pendapatan sekitar 900 juta yuan (sekitar Rp 1,26 triliun) pada tahun 2010.

Untuk mencapai Kashgar, bisa melalui jalur darat lewat negara-negara yang berbatasan seperti Kirgistan, Tajikistan, Pakistan, dan Afganistan. Penerbangan hanya lewat China, terutama Beijing. Butuh waktu enam-tujuh jam, dengan transit di Urumqi (ibu kota Xinjiang). Karena itu, tengah dibicarakan penerbangan langsung dari Dubai, yang selama ini transit dulu di Guangzhou.

Harmoni antaretnik

Kashgar adalah kota terbarat di Xinjiang, juga di China. Wilayah otonom ini merupakan salah satu kantong umat Islam di China. Etnik Uighur yang berwajah Asia Tengah memang yang terbesar (90 persen), tetapi etnik Han yang berwajah oriental juga banyak ditemui dan termasuk menguasai sektor-sektor perekonomian. Dari 3,87 juta populasi Kashgar, juga ada etnik-etnik lain seperti Tajik, Kazhak, Uzbek, Tartar, dan Mongol.

”Di sini harmoni antaretnik terjalin sejak lama,” kata Kaderia, anggota staf kantor pariwisata Kashgar yang mendampingi perjalanan selama di Kashgar.

Namun, masalah etnik Uighur masih menjadi ganjalan serius bagi China. Kecemburuan etnik Uighur terhadap etnik Han sepertinya menjadi laten, terutama dalam hal ekonomi. Tak mengherankan, pemberontakan Uighur seperti tak pernah mati. Tahun lalu, beberapa kali Kashgar dilanda kerusuhan etnik. Akhir Juli hingga awal Agustus 2011, sedikitnya 21 orang tewas. Di kota-kota lain di Xinjiang seperti Khotan dan Urumqi juga dilanda kerusuhan. Di Kashgar tak heran terlihat penjagaan aparat keamanan.

Maka, malam terakhir yang dingin di Kashgar, di bawah suhu 5 derajat celsius, pada November 2011 di Lapangan Rakyat, Jalan Renmin Timur, persis di depan patung Mao Zedong, saya sempat terhenti ketika dua polisi melarang mengambil foto dengan latar pos polisi. Bagi para pengembara, bermalam di Kashgar juga yang terakhir, karena esok malam sudah melintasi negara lain.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com