Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Xi Jinping, Sosok Pemimpin Simpatik

Kompas.com - 08/02/2012, 07:36 WIB

Saat pertama kali menginjakkan kaki di negeri Paman Sam, nyaris tiga dekade lalu, Xi Jinping beserta satu delegasi yang dipimpinnya tiba di Muscatine, Iowa. Ketika itu mereka tidak datang untuk urusan politik, apalagi misi diplomatik serius. Mereka datang hanya untuk belajar bagaimana cara beternak babi yang baik dan benar.

Kejadian itu memang sudah lama berlalu. Pekan depan, Jinping kembali menginjakkan kakinya di Amerika Serikat, namun kali ini dengan status dan misi lain yang jauh lebih serius.

Sebagai wakil presiden sebuah negeri adidaya baru, kedatangan Jinping sangat strategis, terutama bagi kelanjutan hubungan kedua negara, AS dan China.

Jinping diagendakan menemui Presiden Barack Obama dan sejumlah tokoh penting AS lain. Selain untuk memperkenalkan diri, kunjungan Jinping diharapkan bakal meredakan ketegangan yang terjadi antarkedua negara.

Pemimpin mendatang

Dalam satu tahun ke depan, Jinping bakal menggantikan Presiden China Hu Jintao. Boleh jadi, kunjungan Jinping menjadi semacam penjajakan China menjelang pergantian kepemimpinan.

Dalam kunjungan itu, Jinping juga terkesan mencoba membuat terobosan baru dengan lebih bersikap simpatik. Salah satu caranya dengan mengunjungi pihak keluarga yang dahulu ”menampung” dirinya saat tengah ”belajar”.

Sikap simpatik seperti itu bisa dibilang sesuatu yang baru, apalagi mengingat selama ini sosok pejabat Pemerintah China terkesan ”menyendiri”, tidak peduli orang lain, dan kaku.

”Dia sangat menghargai kesempatan mempelajari Amerika. Kondisi seperti itu menunjukkan kalau dia bakal menjadi sosok pemimpin (China) yang berbeda. Dia akan menjadi seorang (pemimpin) yang terbuka dan apresiatif,” ujar Robert Lawrence Kuhn, penulis yang juga penasihat Pemerintah China dalam waktu lama.

Pujian juga dilontarkan diplomat senior AS, Henry Kissinger, tahun lalu, yang menyebut Jinping sebagai seorang tokoh yang ”lebih tegas dari yang pernah kami lihat sebelumnya”. Sementara itu, Wakil Presiden AS Joe Biden mengaku terkesan dengan ”keterbukaan dan keterusterangannya”.

Namun begitu, pria berusia 58 tahun tersebut juga bakal menghadapi berbagai isu di masa mendatang yang cukup riskan, terutama bagi China. Persoalan itu mulai dari gonjang-ganjing kondisi keuangan global, kelangkaan sumber daya, krisis lingkungan hidup, hingga isu kekacauan yang terjadi di wilayahnya sendiri, seperti di Provinsi Xinjiang dan Tibet, wilayah bagian barat China yang jauh dari ibu kota Beijing.

Dalam kunjungannya ke Gedung Putih, 14 Februari mendatang, Jinping akan menawarkan semacam jaminan ulang kalau hubungan antarkedua negara akan tetap terikat dalam sebuah komitmen hubungan yang sehat walau berbagai gejolak terus terjadi.

Menurut Kepala Peneliti Pusat Penelitian China Kontemporer di City University Hongkong Joseph Cheng, kunjungan seperti yang dilakukan Jinping sebenarnya merupakan cara China meminta dunia menghormati calon pemimpin masa depannya.

Kunjungan serupa pernah dilakukan di masa kepemimpinan Deng Xiaoping, ketika tahun 1979 dia datang ke AS dan menghadiri rodeo dengan mengenakan topi khas koboi. Hal serupa juga dilakukan menjelang Hu Jintao menjabat sebagai presiden pada tahun 2002. Namun bedanya, ketika itu Jintao justru tampil ”hambar”, terkesan terlalu waspada, dan bahkan tampak sulit ditebak.  (REUTERS/AP/DWA)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com