Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Waspadai Krisis Minyak

Kompas.com - 25/01/2012, 02:45 WIB

Jakarta, Kompas - Ancaman krisis minyak apabila situasi di Selat Hormuz, Timur Tengah, memanas, perlu diantisipasi. Selat Hormuz adalah jalur penting minyak dari Timur Tengah ke sejumlah negara di dunia, termasuk Indonesia.

Pengamat perminyakan Kurtubi, Selasa (24/1), di Jakarta, mengingatkan, konflik Iran dengan negara-negara Barat harus diwaspadai secara serius karena risiko dampaknya sangat besar terhadap perekonomian dunia, termasuk Indonesia. Jika negara- negara Barat menekan Iran dengan mengembargo minyak Iran, Iran kemungkinan besar akan memblokade Selat Hormuz. ”Jika ini terjadi, pasar minyak dunia akan panik,” ujar Kurtubi.

Dalam hitungan jam, harga minyak bisa naik 20 dollar AS per barrel. Dalam hitungan hari, harganya akan menembus 150 dollar AS per barrel. Dalam hitungan bulan, harga bisa tembus 200 dollar AS. Kalau ini terjadi, Indonesia akan kekurangan bahan bakar minyak 30 persen karena Kilang Cilacap mengolah minyak mentah (crude cocktail) yang sebagian besar dari Timur Tengah.

Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Ekonomi Pertambangan dan Energi Pri Agung Rakhmanto menambahkan, jika embargo itu diterapkan, kekurangan pasokan minyak bagi dunia sebesar 1 juta-2 juta barrel per hari. Kekurangan pasokan itu bisa ditutup dengan peningkatan produksi minyak Arab Saudi yang memiliki kelebihan kapasitas produksi 4 juta barrel per hari.

Secara terpisah, Wakil Presiden Komunikasi Korporat PT Pertamina Mochamad Harun mengungkapkan, selama ini pasokan impor minyak mentah untuk kilang PT Pertamina dari Saudi Aramco, yang melalui Selat Hormuz, sekitar 60.000 barrel per hari atau 1,8 juta barrel per bulan. Sisanya, 300.000 barrel per hari, berasal dari Asia, Singapura, Malaysia, China, dan beberapa negara lain.

Untuk mengantisipasi krisis minyak itu, PT Pertamina minta dukungan pemerintah agar minyak mentah produksi dalam negeri, termasuk bagian kontraktor kontrak kerja sama, diolah di dalam negeri atau tidak boleh diekspor. (EVY)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com