Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemerintah Harus Segera Ambil Keputusan BBM

Kompas.com - 24/01/2012, 08:42 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Kondisi geopolitik antara Iran dan Amerika Serikat (AS) di Selat Hormuz terus memanas. Kondisi ini harus diwaspadai karena menyebabkan lonjakan harga minyak. Dus, hal ini akan mengganggu postur Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2012 yang mematok harga minyak mentah Indonesia (Indonesia Crude Price/ICP) sebesar 90 dollar AS per barrel.

Pengamat energi, Kurtubi, mengatakan, jika kondisi Iran belum membaik, maka harga ICP tahun ini bisa menembus 150 dollar AS per barrel. Kondisi ini menyebabkan pemerintah tak akan punya opsi lain kecuali menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM).

Kurtubi mengatakan, setiap harinya, Selat Hormuz menjadi salah satu jalur untuk mengirimkan sekitar 17 juta barrel minyak untuk kebutuhan dunia. Jika kondisi di daerah tersebut masih stabil, maka harga minyak akan menembus 115 dollar AS per barrel. Namun, jika terjadi pemblokiran oleh Iran, maka dalam hitungan jam, akan ada kenaikan 20 dollar AS per barrelnya. "Kalau eskalasi geopolitik di Iran dan Barat terus meningkat dan pemblokiran dilakukan berhari-hari, maka bisa dipastikan harga minyak bisa mencapai 150 dollar AS per barrel," ujar Kurtubi saat dihubungi KONTAN, Senin ( 23/1/2012). Pasokan yang dikirim melalui Selat Hormuz tersebut sangat besar sehingga semua negara akan terkena dampaknya dan suplai minyak dunia dipastikan menyusut.

Hal ini akan memengaruhi perubahan defisit dalam APBN 2012. Asal tahu saja, dalam nota keuangan APBN 2012, setiap perubahan harga ICP 1 dollar AS akan menambah potensi defisit Rp 430 miliar - Rp 530 miliar. Kurtubi mengatakan, jika pemerintah mengambil opsi kenaikan harga BBM, maka perubahan defisit akan lebih kecil jika dibandingkan pemerintah melakukan pembatasan. Namun, dengan catatan, pemerintah juga bisa menjaga lifting minyak sesuai target. "Saya rasa, pemerintah bisa menjaga lifting minyak sesuai target," kata dia.

Kurtubi menjelaskan, pembatasan BBM tidak akan menyelesaikan masalah karena menggiring masyarakat yang tadinya mengonsumsi premium menjadi pertamax. Ambillah skenario terburuknya, yaitu jika kondisi geopolitik Iran tidak membaik dan harga minyak mencapai 150 dollar AS per barrel, maka harga premium akan meloncat menjadi Rp 15.000 per liter. Nah, menurut Kurtubi, masyarakat yang dipaksa mengonsumsi premium akan terbebani lebih besar. "Ini kebijakan yang salah dan harus dikubur dalam-dalam karena menggiring masyarakat dari minyak ke minyak. Kalau harga minyak naik, ini tidak menyelesaikan masalah, malah akan membebani rakyat karena pertamax naik tinggi," tandasnya.

Kurtubi mengatakan, satu-satunya jalan adalah menaikkan harga BBM sekaligus melakukan konversi dari BBM ke BBG secara bertahap. Hal ini ditengarai akan memberikan beban subsidi yang lebih kecil. Hitungan Kurtubi, setiap kenaikan Rp 1.000 per liter terhadap BBM subsidi, akan melonggarkan beban anggaran sebesar Rp 30 triliun. Meski demikian, anggaran subsidi yang diacu dalam APBN 2012 dipastikan tetap akan meningkat seiring kenaikan harga minyak. Namun, Kurtubi memberi catatan, kalau beban tersebut akan tercover dari penerimaan migas yang juga akan meningkat. "Kalau harga minyak naik, beban subsidi memang akan meningkat, tetapi bisa terkover dari kenaikan penerimaan migas," ujarnya. (Narita Indrastit/Kontan)

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com