Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Rakyat Rayakan Setahun "Revolusi Jasmine"

Kompas.com - 16/01/2012, 03:51 WIB

TUNIS, MINGGU - Ribuan warga Tunisia, Sabtu (14/1), berjalan kaki memperingati perayaan damai setahun sebuah revolusi yang berhasil mengakhiri kediktatoran pemimpin di negeri itu, Presiden Zine al-Abidine Ben Ali. ”Revolusi Jasmine” (melati) itu juga diketahui memicu hal serupa di seluruh negara yang berada di kawasan Arab.

Walau tetap dibayangi sejumlah kekhawatiran dan ancaman kesulitan ekonomi dan angka pengangguran yang tetap tinggi, warga Tunisia menyambut peringatan tadi dengan penuh optimisme dan sukacita.

Mereka mengaku bangga lantaran sekarang bahkan seorang aktivis hak asasi manusia pun bisa menjabat presiden, sementara tokoh Islam moderat, yang dahulu dipenjara bertahun-tahun oleh rezim berkuasa, bisa menjadi seorang perdana menteri.

Semua itu dimungkinkan lantaran sekarang proses pemilihan umum di Tunisia bisa berlangsung dengan bebas, bahkan bisa dikategorikan sebagai pemilihan umum paling bebas dalam sejarah di negeri itu.

Kekacauan yang menandai titik awal revolusi di Tunisia terjadi pada 17 Desember 2010, dipicu aksi bakar diri seorang penjual jeruk yang frustrasi karena dilarang mencari nafkah.

Sang pedagang tewas, dan hal itu memicu kemarahan sekaligus solidaritas rakyat Tunisia di seluruh negeri. Tidak sampai sebulan, Ben Ali dipaksa turun dari kursi kekuasaannya. Dia kabur ke Arab Saudi, 14 Januari 2011.

Massa bergembira

Para peserta aksi peringatan meneriakkan kegembiraan dan takbir di sepanjang jalan yang mereka lewati. Selain bersukacita, mereka juga menangisi para korban tewas ketika itu, yang jumlahnya mencapai sedikitnya 200 orang.

Dalam peringatan tersebut turut hadir sejumlah pembesar perwakilan negara-negara Arab, seperti Presiden Aljazair Abdelaziz Bouteflika yang pernah menentang protes yang terjadi di negerinya sendiri.

Selain itu, hadir juga kepala pemerintahan sementara Libya, Mustafa Abdel Jalil, yang pernah membantu pemimpin oposisi negerinya melawan Moammar Khadafy, dan Emir Qatar.

”Proses demokrasi yang sekarang berjalan tidak bisa lagi ditarik mundur atau dihentikan. Semua terjadi setelah periode gelap pada masa lalu,” ujar Presiden Moncef Marzouki, dahulu tokoh aktivis yang diasingkan.

Sementara itu, Abdel Jalil menyebut revolusi Tunisia sebagai ”faktor penentu keberhasilan seluruh perlawanan” yang terjadi di Libya.

Untuk merayakan peringatan tersebut, Pemerintah Tunisia memberikan pengampunan terhadap 9.000 narapidana dan mengubah hukuman mati untuk 100 narapidana menjadi hukuman penjara seumur hidup.

Secara terpisah, profesor hukum Heykel Mahfoudh mengaku sangat optimistis, tetapi cemas dengan masa depan negeri itu. Kondisi ekonomi dan sosial di Tunisia, menurut dia, masih belum jelas.

”Ini terutama soal apa yang akan dilakukan oleh kelompok agama dengan kekuasaan yang mereka menangi dalam pemilihan umum kemarin,” ujarnya.

(AP/DWA)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com