Surabaya, Kompas
Ditemui di tempat penampungan sementara di Istana Hotel Juanda, Surabaya, Jawa Timur, Senin (26/12), beberapa imigran gelap mengaku, keinginan ke Australia sudah tidak bisa ditawar. Bagi mereka, Australia adalah masa depan.
Muhammad Nadi (41), imigran gelap asal Iran, mengatakan, bagaimanapun situasi dan kondisinya, sekarang ini dirinya tidak berkeinginan kembali ke negara asal karena sudah tidak nyaman dengan kondisi politik di negaranya. ”Saya tidak ingin kembali ke Iran karena perlakuan penguasa yang diskriminatif terhadap kami,” ujarnya.
Natasa (28), yang juga asal Iran, mengatakan, keberangkatan ke Australia adalah atas kehendak sendiri. Dia mengumpulkan uang sedikit demi sedikit dan bertahun-tahun agar bisa keluar dari Iran.
Maka, walau rencana itu kandas karena kapal pecah, dia berharap Komisi Tinggi PBB untuk Urusan Pengungsi (UNHCR) dan Pemerintah Australia bersedia membantu mereka untuk tinggal di Australia. ”Saya tetap ingin ke Australia, dan tidak ingin pulang,” katanya.
Ketiga puluh imigran gelap itu merupakan bagian dari 47 imigran gelap yang selamat ketika kapal yang hendak membawa mereka ke Australia karam di perairan Prigi, Kabupaten Trenggalek, Jatim, 17 Desember. Sebanyak 17 imigran gelap lainnya ditampung di rumah penampungan di Bangil, Pasuruan.
Komandan Regu Pengamanan Imigran Gelap Briptu Amari
Di hotel, mereka menempati lima kamar ber-AC, lengkap dengan televisi dan kulkas, termasuk makanan dan minuman serta pelayanan kesehatan jika sewaktu-waktu jatuh sakit. ”Kami tidak mau menanggung risiko. Apa pun alasannya, mereka tidak kami perbolehkan keluar dari penampungan,” kata Amari.
Masalah imigran gelap ini telah ditangani International Organization for Migration (IOM) dan UNHCR ”Namun, kami tidak tahu sampai kapan mereka berada di penampungan sementara,” kata Amari.